Tuesday, July 4, 2023

PEMBERHENTIAN TIDAK DENGAN HORMAT, NASIBMU KINI

Sebagaimana pada Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (selanjutnya Undang-Undang ASN) yang diundangkan pada 15 Januari 2014 masih dikenal kaidah "Pemberhentian Tidak Dengan Hormat" sebagaimana pada Pasal 84 yang berbunyi: "PNS yang dijatuhi sanksi administrasi tingkat berat berupa pemberhentian tidak dengan hormat dicabut haknya untuk memakai tanda kehormatan berdasarkan Undang-Undang ini."

Dengan bergulirnya waktu, yakni diundangkannya Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2021 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil pada tanggal 31 Agustus 2021, sebagaimana diamanatkan oleh Undang-Undang ASN tercantum dalam Pasal 86 ayat (4) berbunyi: "Ketentuan lebih lanjut mengenai disiplin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) (editor: Untuk menjamin terpeliharanya taa tertib dalam kelancaran tugas, PNS wajib mematuhi disiplin PNS"), ayat (2) (editor: Instansi Pemerintah wajib melaksanakan penegakan disiplin terhadap PNS serta melaksanakan berbagai upaya peningkatan disiplin), dan ayat (3) (editor: PNS yang melakukan pelanggaran disiplin dijatuhi hukuman disiplin) diatur dengan Peraturan Pemerintah."

Hal yang perlu dikritisi adalah Undang-Undang ASN sebagaimana pada Pasal 89: "Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemberhentian, pemberhentian sementara, dan pengaktifan kembali PNS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 87 dan Pasal 88 diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Adapun Pasal 87 terkait dengan pengaturan PNS diberhentikan dengan hormat dan Pasal 88 terkait dengan PNS diberhentikan sementara. Sehingga dapat dikatakan bahwa terhadap Pemberhentian Tidak Dengan Hormat tidak diamanatkan untuk diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah. Hal ini berseberangan dengan Pasal 86 terkait dengan penjatuhan hukuman disiplin diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

Apabila dilihat time line dari tahun 2014 sampai dengan tahun 2021 dapat dikatakan telah terjadi pergeseran paradigma oleh Pemerintah Jokowi, yakni pemerintah tidak lagi menganggap "Pemberhentian Tidak Dengan Hormat" sebagai bagian dari Jenis Hukuman Disiplin Berat sebagaimana yang dahulu diatur dalam Pasal 7 ayat (4) huruf  e Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil.

Pemerintah Jokowi tetap menganggap PNS diberhentikan tidak dengan hormat karena: a. melakukan penyelewengan terhadap Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negera Republik Indonesia Tahun 1945; b. dihukum penjara atau kurungan berdasarkan putusan pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana kejahatan jabatan atau tindak pidana kejahatan yang ada hubungannya dengan jabatan dan/atau pidana umum; c. menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik; atau d. dihukum penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan pidana yang dilakukan dengan berencana. 

Selebihnya, selain dari hal tersebut, Pemerintah Jokowi menganggap Pelanggaran terhadap Kewajiban dan Pelanggaran terhadap Larangan sebagaimana pada PP 94 Tahun 2021 hanyalah sebagai tingkat Hukuman Disiplin Berat dengan jenis Hukuman Disiplin Berat yang terberat berupa "pemberhentian dengan hormat tidak ada permintaan sendiri sebagai PNS".

Monday, July 3, 2023

ERA BARU PENEGAKAN DISIPLIN KEHADIRAN KERJA DI MAHKAMAH AGUNG

Sejak tanggal 27 Desember 2022, Era Baru penegakan disiplin pegawai dan tertib administrasi pelaksanaan presensi pegawai secara online pada Mahkamah Agung dan Badan Peradilan yang Berada di Bawahnya melalui aplikasi SIKEP adalah suatu kemajuan perbaikan bagi Mahkamah Agung dalam peningkatan disiplin kerja aparaturnya dalam hal mematuhi ketentuan aturan jam kerja yang berlaku.

Keputusan dimaksud tidak hanya tertuju kepada ASN di lingkungan peradilan, tetapi juga termasuk Hakim Yustisial pada Mahkamah Agung serta Hakim, Hakim Ad Hoc, Hakim Yustisial dan Hakim non palu pada Badan Peradilan yang Berada di Bawahnya.

Selain itu juga termasuk profesi bagi pegawai negeri sipil dan pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja yang bekerja pada instansi pemerintah.

Adapun Jam Kerja yang dimaksud adalah waktu melaksanakan dan menyelesaikan tugas kedinasan yang dihitung secara kumulatif dalam 1 (satu) pekan sebanyak 37 (tiga puluh tujuh) jam 30 (tiga puluh) menit.

Sesuatu yang tidak biasa adalah pelaksanaan presensi oleh Hakim dan ASN dilakukan di lingkungan satuan kerja dengan dilengkapi swafoto wajah Hakim dan ASN, mereka dianggap hadir pada Hari Kerja apabila jumlah Jam Kerjanya paling sedikit 7 (tujuh) jam 30 (tiga puluh) menit per hari sesuai dengan paruh waktu Jam Kerja efektif.

Walaupun demikian, Presensi Manual tetap diperlukan bilamana terdapat permasalahan teknis/aplikasi dalam melakukan Presensi. Sehingga dengan keputusan ini, maka Mahkamah Agung telah selangkah lebih maju memasuki era digital dalam hal kedisiplinan absensi jam kerja.

REFERENSI:

https://jdih.mahkamahagung.go.id/legal-product/sk-kma-nomor-368kmaskxii2022/detail, diakses 09:29 WIB, 03-Jul-23

KEPUTUSAN KETUA MAHKAMAH AGUNG  REPUBLIK INDONESIA  NOMOR 368 /KMA/SK/XII/2022 TENTANG PEDOMAN PRESENSI ONLINE UNTUK HAKIM DAN APARATUR SIPIL NEGARA PADA MAHKAMAH AGUNG DAN BADAN PERADILAN YANG BERADA DI AWAHNYA MELALUI APLIKASI SISTEM INFORMASI KEPEGAWAIAN

---000---