Thursday, August 19, 2021

KEMANA MENGAJUKAN PERMOHONAN PELAKSANAAN EKSEKUSI HAK TANGGUNGAN DAN FIDUCIA YANG AKADNYA SYARIAH?

Sebagaimana pada Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 4 Tahun 2016 tercantum dalam Kompilasi Hasil Rapat Pleno Kamar Mahkamah Agung Tahun 2012-2019 dinormakan bahwa pelaksanaan eksekusi hak tanggungan dan fiducia yang akadnya berdasarkan prinsip syariah merupakan kewenangan peradilan agama sedangkan yang selainnya merupakan kewenangan peradilan umum.

Tags:

PERMOHONAN, PELAKSANAAN EKSEKUSI, HAK TANGGUNGAN, FIDUCIA, AKAD SYARIAH


Monday, August 16, 2021

KEPAILITAN BERSAMAAN PENYELESAIAN HAK ATAU PERSELISIHAN PHK DI PHI

Sebagaimana tercantum pada Kompilasi Hasil Rapat Pleno Kamar Mahkamah Agung Tahun 2012-2019, Bab I Rumusan Hukum Perdata, halaman 59 dan Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 7 Tahun 2012, Kepailitan dan PKPU, 4, dinormakan bahwa dalam hal perusahaan sedang diajukan pailit di Pengadilan Niaga, penyelesaian hak atau perselisihan PHK di Pengadilan Hubungan Industrial tetap dilanjutkan sebelum adanya putusan pernyataan pailit. Sedangkan dalam hal Perusahaan sudah dinyatakan pailit, maka Pengadilan Hubungan Industrial tidak berwenang untuk memeriksa dan memutus perkara pemutusan hubungan kerja, yaitu dinyatakan gugur

Thursday, August 5, 2021

BELUM LUNAS PPJB, BELUM ADA PERALIHAN TANAH

Sebagaimana pada Kompilasi Hasil Rapat Pleno Kamar Mahkamah Agung, Tahun 2012-2019, Bab I Rumusan Hukum Perdata, halaman 58, disebutkan bahwa peralihan hak atas tanah berdasarkan Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) secara hukum terjadi jika pembeli telah membayar lunas harga tanah serta telah menguasai objek jual beli dan dilakukan dengan itikad baik.

(lihat Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 4 Tahun 2016, Perdata Umum, B.7)

Tuesday, August 3, 2021

MEMORI PENINJAUAN KEMBALI WAJIB BERSAMAAN DENGAN PENGAJUAN PERMOHONAN PENINJAUAN KEMBALI

Sebagaimana pada Kompilasi Hasil Rapat Pleno Kamar Mahkamah Agung, Tahun 2012-2019, Bab I Rumusan Hukum Perdata, halaman 46, telah tercantum bahwa Memori Peninjauan Kembali harus diajukan bersama-sama dengan pengajuan permohonan Peninjauan Kembali. Pengajuan Memori Peninjauan Kembali yang tidak bersamaan dengan pengajuan permohonan Peninjauan Kembali, maka permohonan Peninjauan Kembali tersebut harus dinyatakan tidak dapat diterima. (lihat: Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 7 Tahun 2012, Sub Perdata Umum, XIV)

Thursday, July 29, 2021

PERMOHONAN PEMBATALAN PENETAPAN SEPIHAK

Upaya hukum tidak semata-mata hak hukum dari para pihak yang berperkara di pengadilan, tetapi pihak yang tidak beperkara juga dapat mengajukan upaya hukum terhadap penetapan yang berasal dari permohonan sepihak. 

Adapun bentuk upaya hukum atas penetapan sepihak adalah berupa permohonan pembatalan penetapan sepihak dengan cara mengajukan gugatan atau perlawanan atau kasasi. (Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 3Tahun 2018, Perdata Umum, II.A.3.) 

Sedangkan upaya hukum kasasi atas penetapan yang diajukan oleh pihak lain yang berkepentingan tersebut harus diajukan selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari sejak diketahuinya penetapan tersebut. (Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 3 Tahun 2014, Perdata Umum, A.4.

PADA SAAT EKSEKUSI RIIL DIJALANKAN VERZET MASIH DAPAT DIAJUKAN

Sebagaimana pada buku Kompilasi Hasil Rapat Pleno Kamar Mahkamah Agung, Tahun 2012-2019, Bab 1 Rumusan Hukum Perdata, halaman 44-45, dapat diketahui bahwa Tergugat yang tidak hadir di sidang dan dijatuhkannya putusan verstek masih dapat mengajukan upaya hukum perlawanan (verzet) sampai dengan saat dijalankannya eksekusi riil dijalankan. (lihat lebih lanjut Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 7 Tahun 2012, Sub Perdata Umum-IV e dan f)

Friday, July 23, 2021

PIHAK BERPERKARA HARUS WASPADA TERKAIT WAKTU PENGAJUAN UPAYA HUKUM

Memperhatikan perkembangan hukum dan kebijakan terbaru pada Mahkamah Agung dapat dicermati adanya perubahan aturan administrasi terkait pengajuan upaya hukum atas panggilan dan pemberitahuan putusan melalui Kepala DesaLura, sebagaimana pada buku Kompilasi Hasil Rapat Pleno Kamar Mahkamah Agung 2012-2019, halaman 43, yang mana sebelumnya ditentukan bahwa:

“Tentang pemberitahuan putusan yang disampaikan melaui Lurah atau Kepala Desa, maka tenggang waktu pengajuan upaya hukum atas putusan tersebut adalah dihitung setelah Lurah atau Kepala Desa menyampaikan pemberitahuan tersebut kepada yang bersangkutan. Apabila di dalam berkas tidak terlampir keterangan tersebut, maka diperintahkan PN untuk menanyakan ke Lurah/Kepala Desa.” (Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 7 Tahun 2021, Sub Perdata Umum V)

Kebalikan dari Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 4 Tahun 2014, Sub Kamar Perdata Umum huruf A.6 menentukan bahwa baik panggilan maupun pemberitahuan putusan yang disampaikan melalui Kepala Desa atau Lurah tidak diperlukan bukti penyampaian dari Kepala Desa/Lurah kepada yang bersangkutan, sesuai ketentuan Pasal 390 ayat (1) HIR.

Dengan adanya kebijakan terbaru tersebut, para pihak berperkara yang sewaktu agenda sidang pengucapan putusan tidak hadir harus waspada terkait dengan waktu pengajuan upaya hukum. Hal ini dikarenakan pemberitahuan putusan melalui Kepala Desa/Lurah tidak diperlukan bukti penyampaiannya, dan tenggang waktu pengajuan upaya hukum atas putusan adalah dihitung setelah Lurah atau Kepala Desa menyampaikan pemberitahuan tersebut kepada yang bersangkutan.

Ada kalanya aparatur Desa/Kelurahan kesulitan untuk menyampaikan pemberitahuan salinan putusan dikarenakan satu lain hal. Sehingga sudah keharusan bagi para pihak yang tidak hadir di sidang pengucapan putusan  untuk aktif datang dan menanyakan perihal sidang pengucapan putusan atas perkaranya, apakah dimenangkan atau dikalahkan, terutama terkait dengan tenggang waktu pengajuan upaya hukum.

Oleh karena kewajiban pengadilan hanyalah menyampaikan pemberitahuan putusan atas pihak yang tidak hadir di sidang pengucapan putusan dan jurusita tidak menemui langsung pihak berperkara tersebut, terbatas pada pemberitahuan putusan disampaikan melalui Kepala Desa atau Lurah. Jangka waktu mulai terhitung sejak pemberitahuan putusan tersebut disampaikan melalui Kepala Desa/Lurah.

PERCERAIAN, PANITERA MENGIRIMKAN SALINAN PUTUSAN KE DUKCAPIL

Perubahan peraturan dan kebijakan mengakibatkan hak dan kewajiban warga negara mengikuti perubahannya. Salah satunya adalah dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan juncto Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 mengakibatkan hak warga negara yang melalui proses perceraian di pengadilan berubah, seperti adanya ketentuan pencatatan amar putusan perceraian dicatatkan di Kantor Kependudukan dan Catatan Sipil di tempat peristiwa perkawinan dilangsungkan dan tempat terjadinya perceraian oleh Panitera Pengadilan dengan pengiriman salinan putusan. Hal tersebut adalah kewajiban dari Panitera Pengadilan. 

Sehingga manakala hakim lupa mencantumkan amar yang memerintahkan Panitera Pengadilan untuk mengirimkan salinan putusan yang telah berkekuatan hukum tetap kepada Kantor Kependudukan dan Catatan Sipil, di tempat peristiwa perkawinan dilangsungkan dan tempat terjadinya perceraian, mengakibatkan hak dari para pihak yang berperkara perceraian menjadi tercedera. 

Untuk menghindari kealpaan dari hakim mencantumkan amar tersebut, ada baiknya pihak yang berperkara perceraian di pengadilan supaya mencantumkan dalam petitum gugatan agar hakim memerintahkan “Panitera Pengadilan untuk mengirimkan salinan putusan yang telah berkekuatan hukum tetap kepada Kantor Kependudukan dan Catatan Sipil, di tempat peristiwa perkawinan dilangsungkan dan tempat terjadinya perceraian.” (lihat: Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2017, Perdata Umum, 1.c.)

Friday, May 28, 2021

SURAT GUGATAN YANG HANYA DIBUBUHI CAP JEMPOL SEBAGAI PENGGANTI TANDA TANGAN

Sebagaimana pada Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 7 Tahun 2012-Sub Perdata Umum- II a s/d c telah dinormakan tentang Gugatan Dinyatakan Tidak Dapat Diterima terhadap surat gugatan yang hanya dibubuhi cap jempol sebagai pengganti tanda tangan.

 

Selain itu, apabila gugatan yang diajukan oleh orang yang buta huruf maka Penggugat tersebut harus menghadap kepada Ketua Pengadilan untuk mengemukakan maksudnya akan mengajukan gugatan dengan menyebutkan alasan-alasannya, untuk itu Ketua Pengadilan akan membuat catatan gugatan.

 

Sedangkan apabila ada pemberian kuasa, maka penandatangan catatan gugatan tersebut oleh Ketua Pengadilan atau Hakim yang ditunjuk harus di atas meterai.

 

Dengan adanya norma ini, maka Hakim di Pengadilan harus berhati-hati terhadap pengajuan surat gugatan, sedikitnya Hakim harus memeriksa apakah Penggugat buta huruf atau tidak. Karena tidak tertutup kemungkinan Penggugat yang buta huruf dibuatkan surat gugatannya oleh pihak lain dan yang bersangkutan tanda tangan.

 

Selain itu, Hakim harus berhati-hati terhadap “Catatan Gugatan” yang didalamnya termaksud pemberian kuasa adalah harus di atas meterai penandatangan catatan gugatan oleh Ketua Pengadilan Negeri atau hakim yang ditunjuk.

 

Juga Hakim harus waspada kepada surat gugatan yang hanya dibubuhi cap jempol sebagai pengganti tanda tangan. Dari hal-hal tersebut di atas, apabila tidak dipenuhi dapat berakibat hukum kepada gugatan dinyatakan tidak dapat diterima.

---000---

BATASAN KEWENANGAN PENGADILAN NEGERI DAN PENGADILAN AGAMA TERKAIT SENGKETA HAK MILIK

Sebagaimana pada Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 4 Tahun 2016 telah digariskan bahwa sengketa hak milik diantara ahli waris beragama Islam merupakan kewenangan Pengadilan Agama sepanjang sengketa kepemilikan tersebut timbul akibat dari Transaksi Pertama yang dilakukan oleh salah seorang ahli waris dengan pihak lain.

 

Pengecualian terhadap Transaksi Kedua dan seterusnya, maka sengketa kepemilikan tersebut merupakan kewenangan peradilan umum untuk memutus dan mengadili.

 

Sehingga dengan aturan tersebut dapat disimpulkan bahwa kompetensi absolut terkait dengan sengketa kepemilikan harta warisan diantara ahli waris beragama Islam mulai dihitung dari Transaksi Kedua, apabila sudah terjadi Transaksi Kedua maka kompetensi absolut dari Pengadilan Negeri walaupun perkara tersebut terkait dengan harta warisan diantara ahli waris beragama Islam.

---000---

Tuesday, May 18, 2021

Tulis Menulis di Blog, Sarana Memanusiakan Manusia

 SAYA DIKENANG SEBAGAI APA. Sifat manusia yang ingin dirinya dikenang sebagai apa. Sarana mengenang dirinya bisa melalui kegiatan melukis, membangun bangunan megah dan ikonik, dipahatkan patung diri. Hal yang lumrah bilamana ada keinginan kita untuk dikenang sebagai apa.

 

MENULIS SEBAGAI SARANA UNTUK DIKENANG. Tingkat peradaban manusia menjadi lebih luas dan maju dengan dikenalnya huruf untuk menyampaikan informasi dan komunikasi menjadi lebih mudah. Menulis puisi, novel, buku, ataupun blog dapat menjadi salah satu sarana menyampaikan maksud dan memperkaya khasanah budaya.

 

MEMULAI DARI BLOG MENULIS RUTIN. Blog dapat dimanfaatkan untuk tujuan menulis rutin, baik itu berupa cerita pribadi yang dapat diakses secara online, seperti jurnal online. Dengan blog terdapat kebebasan menentukan konten seperti apa yang akan ditulis, bisa tentang cerita liburan, pengalaman sekolah, cerita tentang keluarga. Selain itu, dengan menulis rutin di blog dapat mengasah kemampuan menulis yang dapat berujung kesuksesan menerbitkan buku. Contohnya adalah Raditya Dika dan Agus Mulyadi yang berhasil menerbitkan buku berdasarkan pengalamannya menulis di blog.

Jadi, apa itu blog?

VIVA – Weblog atau blog adalah sebuah website atau jurnal online yang berisi informasi berbentuk tulisan yang dimuat sebagai posting pada sebuah halaman web. Konten atau postingan pada sebuah blog seringkali diperbaharui secara berkala. Situs web seperti ini biasanya dapat diakses oleh semua pengguna internet sesuai dengan minat dari blog tersebut.” (https://www.viva.co.id/vstory/lainnya-vstory/1192904-pengertian-blog-blogging-dan-blogger)

 

THE POWER OF WRITING. Kegiatan tulis menulis di blog secara rutin dapat membawa manfaat seperti mengasah kemampuan menulis, media publikasi untuk siapa saja, bukti profesionalitas, sebagai sarana branding diri, dan menghasilkan uang.

 

MENULIS SEBAGAI TERAPI DIRI SENDIRI. Tidak hanya manfaat seperti di atas, dengan menulis kita dapat berbicara kepada diri sendiri yang akhirnya dapat sebagai terapi diri sendiri. Penulis kadang kala menuangkan permasalahan pekerjaan dan menemukan solusinya dengan kegiatan tulis menulis di blog.

 

BERDIALOG DENGAN DIRI SENDIRI DAN DISAMPAIKAN KEDUNIA HAL APA. Menulis di blog kadang kala seperti berdialog dengan diri sendiri dan dapat disampaikan kedunia hal apa yang menjadi diskursus antara diri sendiri. Sehingga kita menjadi terbuka kepada dunia luar karena keberanian kita menyampaikan pendapat dan pengalaman berbagi informasi. Tidak hanya berbicara kepada diri sendiri tetapi dapat juga berbicara kepada dunia.

 

Dengan tulisan ringan di atas, semoga pembaca berminat memulai tulis menulis di blog.

 

Sumber pustaka:

https://www.niagahoster.co.id/blog/blog-adalah/?amp#2003_Akuisisi_Blogger_dan_Lahirnya_WordPress, akses 18 Mei 2021.

 

https://www.viva.co.id/vstory/lainnya-vstory/1192904-pengertian-blog-blogging-dan-blogger, akses 18 Mei 2021.

---000---

 

Monday, May 17, 2021

INSTRUMEN PERDAGANGAN SAHAM

Aktivitas manusia dalam keseharian memerlukan alat untuk mempermudah pekerjaan untuk memenuhi keinginan dan kebutuhannya. Tidak terlepas dari perdagangan saham, Penulis pertama kali terjun di dunia perdagangan saham karena termotivasi dengan program pemerintah “Nabung Saham” yang menyebabkan efek domino untuk mencari ilmunya.

Pertama kali yang dilakukan adalah mengetahui alat-alat (istilah, simbol, definisi, dll) yang dipakai dalam kegiatan perdagangan saham, yaitu “Apa fungsinya dan bagaimana cara kerjanya.”

 

Adapun yang dimaksud dengan instrumen di sini adalah:

“instrumen/in·stru·men/ /instrumén/ n 1 alat yang dipakai untuk me-ngerjakan sesuatu (seperti alat yang dipakai oleh pekerja teknik, alat-alat kedokteran, optik, dan kimia); perkakas; 2 sarana penelitian (berupa seperangkat tes dan sebagainya) untuk mengumpul-kan data sebagai bahan pengolahan; 3 alat-alat musik (seperti piano, biola, gitar, suling, trompet); 4 ki orang yang dipakai sebagai alat (diperalat) orang lain (pihak lain); 5 dokumen resmi seperti akta, surat obligasi;

-- navigasi Lay instrumen yang digunakan untuk menentukan posisi kapal di laut”

(https://www.kbbi.web.id/instrumen, 5/17/2021 10:48:56 AM)


Sehingga, Penulis menemukan istilah “fundamental analisis” yang didalamnya termaksud peristilahan EPS, PBV, PER, OPM, ROA, ROE, dan NPM. Istilah tersebut yang dianggap Penulis penting untuk diketahui oleh pemula yang baru terjun di dunia perdagangan saham.

 

Earning per Shares

EPS=labar bersih/jumlah saham

Adanya kenaikan EPS di financial report menunjukkan kinerja perusahaan bagus.

 

Price Book Value

PBV=harga saham/book value

Adanya kenaikan PBV di financial report menunjukkan kinerja perusahaan bagus.

 

Price Earning Ratio

PER=harga saham/EPS

Semakin kecil PER di financial report dibandingkan dengan saham perusahaan yang sejenis menunjukkan saham terjangkau untuk dibeli.

 

Operating Profit Margin

OPM=laba operasi/penjualan

Semakin besar OPM di financial report menunjukkan kinerja perusahaan bagus.

 

Return on Assets

ROA=laba bersih/total aset

 

Return on Equity

Semakin naik ROE di financial report menunjukkan kinerja perusahaan bagus.

 

Net Profit Margin

NPM=laba bersih/penjualan

Semakin besar NPM di financial report menujukkan kinerja perusahan bagus.

 

Sebagai investor di dunia persahaman, penting sekali mahir dalam menggunakan dan membaca indikator cerminan kinerja perusahaan sebagai acuan investor membeli saham.

---000---

Wednesday, May 5, 2021

Pelaksanaan Eksekusi di Lingkup Peradilan Umum

Setiap pihak yang berperkara di pengadilan berharap agar perkaranya dapat dieksekusi. Kadang kala, para pihak belum mengerti arti dari istilah hukum “eksekusi”. Pihak berperkara menganggap dengan perkaranya dimenangkan dengan putusan oleh hakim, maka dianggap selesai sudah seluruh proses berperkaranya.

Hal demikian, kurang tepat. Karena putusan yang dimenangkan tersebut harus terlebih dahulu dijalankan/dilaksanakan (eksekusi) agar hak-haknya terpenuhi, yang dilakukan secara paksa, atas putusan yang telah berkekuatan hukum tetap.

Untuk lebih jelasnya, Penulis uraikan di bawah ini.

Berdasarkan Keputusan Ditjen Badilum Nomor 40/DJU/SK/HM.02.3/1/2019 tentang Pedoman Eksekusi di Pengadilan Negeri, yang dimaksud dengan eksekusi adalah menjalankan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap (res judicata/inkracht van gewijsde) yang bersifat penghukuman (condemnatoir), yang dilakukan secara paksa, jika perlu dengan bantuan kekuatan mum.


Dengan demikian obyek eksekusi (dalam perkara perdata)  dapat dikategorikan menjadi lima, yaitu:
1) Eksekusi putusan perdata;
a) Putusan yang telah berkekuatan hukum tetap (res judicata/inkracht van gewijsde);
b) Putusan provisi (terbatas mengenai tindakan sementara tidak mengenai materi pokok perkara); dan
c) Putusan serta merta/yang dapat dijalankan lebih dahulu (uitvoerbaar bij voorraad disingkat UbV).
2) Eksekusi putusan perdamaian (acte van dading);
3) Eksekusi Grosse akta notarial berupa eksekusi jaminan berupa obyek gadai, hak tanggungan, fidusia, sewa beli, dan leasing;
4) Eksekusi putusan lembaga yang berwenang menyelesaikan sengketa atau disebut dengan Quasi Pengadilan, yaitu:
a) Putusan Arbitrase nasional;
b) Putusan arbitrase Internasional atau Arbitrase Asing;
c) Putusan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen;
d) Putusan Komisi Pengawasan Persaingan Usaha (KPPU);
e) Putusan Komisi Informasi.
5) Eksekusi putusan Pengadilan Hubungan Industrial (PHI)
a) Perjanjian bersama;
b) Akta Perdamaian;
c) Putusan Arbitrase; dan
d) Putusan Perselisihan hak dan perselisihan pemutusan hubungan kerja.
 

Adapun jenis eksekusi dapat dikategorikan menjadi empat kelompok yaitu:
1) Eksekusi putusan yang menghukum pihak yang dikalahkan untuk melakukan pembayaran sejumlah uang. Putusan untuk membayar sejumlah uang, apabila tidak dilaksanakan secara sukarela, akan dilaksanakan dengan cara melelang barang milik yang dikalahkan, yang sebelumnya harus disita.
2) Eksekusi putusan yang menghukum orang untuk melakukan suatu perbuatan dalam pasal 225HIR/259 Rbg mengatur bahwa jika Termohon Eksekusi setelah delapan hari diberikan aanmaning tetap tidak bersedia melaksanakan perbuatan yang telah diputuskan maka atas permohonan dari Pemohon Eksekusi baik secara tertulis maupun lisan Ketua Pengadilan Negeri dapat mengubah diktum putusan mengenai perbuatan tertentu tersebut diganti dengan sejumlah uang.
Perubahan tersebut dilakukan oleh Ketua Pengadilan Negeri dalam suatu persidangan insidentil yang dihadiri kedua belah pihak pemohon dan termohon eksekusi dengan dibuat Berita Acara dan Penetapan, serta besarnya nilai uang pengganti suatu perbuatan tersebut harus diberitahukan kepada Termohon Eksekusi, selanjutnya eksekusi dijalankan sesuai eksekusi pembayaran sejumlah uang.
3) Eksekusi putusan terhadap perkara perdata lingkungan hidup yang berisi penghukuman melakukan pemulihan lingkungan, pemohon harus mengajukan permohonan penunjukkan auditor lingkungan guna melakukan perhitungan kerugian dan biaya pemulihan yang akan digunakan oleh komite yang ditunjuk untuk melakukan pemulihan.
4) Eksekusi Riil
Eksekusi riil adalah pelaksanaan putusan yang bersifat Condemnatoir yang amarnya terdapat pernyataan “penghukuman” atau “perintah” terhadap Tergugat untuk melakukan antara lain:
a) Menyerahkan suatu barang;
b) Mengosongkan sebidang tanah atau rumah;
c) Melakukan perbuatan tertentu;
d) Menghentikan suatu perbuatan atau keadaan.
 
Dalam perkara perdata, pelaksanaan/menjalankan/eksekusi putusan hanya terhadap putusan yang telah berkekuatan hukum tetap. Adapun putusan akan mempunyai kekuatan hukum tetap apabila tidak ada upaya banding terhadap putusan pengadilan tingkat pertama, putusan verstek tidak diikuti dengan perlawanan (verzet), putusan perdamaian, putusan banding tidak diikuti dengan kasasi, dan tidak ada upaya hukum atas putusan kasasi seperti peninjauan kembali, meskipun secara hukum peninjauan kembali tidak menunda eksekusi suatu putusan.


Tidak semua pengadilan berwenang melaksanakan eksekusi, karena pengadilan yang berwenang melaksanakan eksekusi adalah:
1) Pengadilan negeri dimana perkara (gugatan) diajukan, dan diperiksa serta diputus pada tingkat pertama.
2) Pengadilan negeri melimpahkan delegasi eksekusi kepada PN lain, apabila objek yang hendak dieksekusi terletak di luar wilayah hukumnya kecuali undang-undang menentukan lain.
Ketua Pengadilan Negeri memimpin jalannya eksekusi yang dilaksanakan oleh Panitera atau Jurusita/Jurusita Pengganti. Selain itu, Perintah eksekusi dikeluarkan oleh Ketua Pengadilan Negeri dalam bentuk Penetapan. Adapun aparatur yang diperintahkan menjalankan eksekusi adalah “Panitera” atau “Jurusita” Pengadilan Negeri.


Selain itu, tahapan atau kegiatan yang dilaksanakan dalam proses pelaksanaan eksekusi sebagai berikut:
1) Penerimaan permohonan eksekusi;
2) Penginputan pendaftaran eksekusi dalam SIPP;
3) Pencatatan pendaftaran dalam register (jurnal keuangan perkara);
4) Penginputan permohonan eksekusi ke dalam SIPP (data para pihak);
5) Pencatatan pendaftaran dalam register (buku bantu perkara, induk perkara,
register eksekusi);
6) Peminjaman berkas perkara lengkap dari Panitera Muda Hukum;
7) Menunjuk Panitera Muda/Tim sebagai penelaah;
8) Menelaah permohonan;
9) Penegasan dan pendapat atas telaahan;
10) Membaca hasil telaah dan pendapat;
11) Pemanggilan untuk aanmaning;
12) Pelaksanaan aanmaning.


Dari uraian tersebut, dapatlah diperoleh gambaran bahwa berperkara di Pengadilan Negeri tidak semudah yang dianggap oleh sebagian orang. Berperkara di Pengadilan Negeri membutuhkan waktu, biaya dan psikis yang tidak sedikit.

Friday, March 26, 2021

 

MELATIH BAHASA ASING DENGAN BERSENG-SENANG

 

Bahasa asing dapat dibuat mudah dan menyenangkan, apalagi dengan jaman canggih di era melanial sekarang ini. Latihan bahasa bisa melalui cara mendengar musik dari platform Yutube.com dengan mengaktifkan “cc” atau subtitle. Penyanyai bersuara dapat diikuti dengan melihat “cc” dan kita suarakan dengan lafal yang serupa, sehingga tulisan dan pengucapan logat asli dapat dipelajari dengan mudah.

Langkah pertama, dengarkan suara penyanyi dengan melihat “cc” sampai dengan lagu selesai; Kedua, mengikuti logat penyanyi dengan melihat “cc”; Ketiga, “cc” dimatikan dan mengikuti suara penyanyi; Keempat, diulang-ulang sehingga dapat mengetahui arti dan makna setiap kata dan kalimat syair lagu.

Luangkan waktu sekitar 10 menit, dengan bersenang-senang bisa belajar bahasa Inggris.

 



 

Sumber: https://www.youtube.com/watch?v=NGTpyAVSXxA, akses tanggal 26 Maret 2021.

 

 

Sunday, February 14, 2021

penggajian hakim pajak dan hakim peradilan lainnya – bagian kedua

Dari sisi Eksekutif, terkait dengan hak keuangan dan fasilitas sebagai Pejabat Negara, Pemerintah Pusat telah menuangkan beberapa peraturan tertulis terkait, yaitu:

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 74 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 94 TAHUN 2012 TENTANG HAK KEUANGAN DAN FASILITAS HAKIM YANG BERADA DI BAWAH MAHKAMAH AGUNG (Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 30 Desember 2016, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, JOKO WIDODO)

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 94 TAHUN 2012 TENTANG HAK KEUANGAN DAN FASILITAS HAKIM YANG BERADA DI BAWAH MAHKAMAH AGUNG (Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 29 Oktober 2012, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO)

Selain itu, dari sisi luar eksekutif, perjuangan beberapa hakim Indonesia untuk mendapatkan hak-haknya secara konstitusi telah ditempuh beberapa cara seperti uji materiil, antara lain:

Putusan Mahkamah Agung RI Nomor 28 P/HUM/2015 putus tangal 29 Desember 2015, dengan Pemohon DJUYAMANTO, S.H., dan LANKA ASMAR, S.HI., M.H., yang mana bunyi putusannya adalah menolak permohonan keberatan hak uji materiil dari para Pemohon. Surat permohonan tertanggal 21 April 2015 yang diterima di Kepaniteraan Mahkamah Agung pada tanggal 29 April 2015.

Ada juga, Putusan Mahkamah Agung RI Nomor 23 P/HUM/2018 tanggal putusan 10 Desember 2018, dengan para Pemohon: SUNOTO, S.H., M.Kn.; DJUYAMTO, S.H.; ANDI MUHAMMAD YUSUF BAKRI, S.H.I., M.H.; ACMAD CLOLIL, S.Ag. S.H., LL.M.; LILI EVELIN, S.H., M.H.; IRWAN ROSADY, S.H.; MASALAN BAINON, S.Ag.M.H.; CUNDA SUBHAN, A., S.H.; LANKA ASMAR, S.H.I., M.H.; DARUL FADLI, S.H.I., M.A.; MUH. DJAUHAR SETYADI, S.H., M.H.; SUPANDRIYO, S.H., M.H.; ABDUL HALIM, S.H.I., M.H.; WAHYU SUDRAJAT, S.H., M.H.Li.; WAHYUNI PRASETYANINNGSIH, S.H.; DWI SURYANTA, S.H., M.H.; dan ILMAN HASJIM, S.H.I., M.H., dengan bunyi amar putusan adalah mengabulkan permohonan para Pemohon untuk sebagian dan menolak permohonan para Pemohon untuk selain dan selebihnya. Surat permohonan tertanggal 17 April 2018 yang diterima di Kepanitearan Mahkamah Agung tanggal 17 April 2018.

Langkah-langkah uji materiil tersebut pada pokoknya terkait dengan objek permohonan yang sama, yaitu eksekutif menyamakan hak keuangan hakim sama dengan ASN dan tidak adannya kemandirian angggaran pada tubuh Mahkamah Agung.

Refraksi pandangan yang menyamakan hak keuangan hakim dengan ASN telah tampak dari uji materiil kedua, sedangkan  pandangan bahwa hak keuangan hakim terggantung pada kewenangan pemerintah pusat masih tampak pada uji materiil pertama dan kedua. Adapun pandangan kemandirian anggaran di tubuh Mahkamah Agung sepenuhnya masih belum tampak.

Pergeseran pandangan ke arah kemandiran anggaran di tubuh Mahkamah Agung telah mulai tampak sedikit sejak adanya uji materiil kedua, yang pertimbangan hukumny adalah:

Hakim adalah Pejabat Negara yang berbeda dengan ASN, baik itu PNS maupun Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (P3k). sesuai dengan fungsinya, Hakim adalah pelaku fungsi ajudikasi yang sangat berbeda dengan PNS sebagai pelaksanaan fungsi pelayanan publik. Fungsi ajudikasi membuuthkan pengetahuan yang mendalam disertai dengan ketrampilan khusus. Bahkan Hakim harus selalu meingkatkan pengetahuannya guna mengantisipasi perkembangan hukum dan kemasyarakatan sebagai dasar putusannya.

Bahwa materi muatan Objek Permohonan I menyamakan gaji pokok Hakim dengan gaji pokok PNS. Dengan peraturan pemerintah seperti itu berarti menyamakan beban kerja, tanggung jawab, dan risiko pekerjaan Hakim dengan beban kerja, tanggung jawab, dan risiko pekerjaan PNS. Padahal hakim adalah “Pejabat Negara yang melakukan kekuasaan kehakiman yang diatur dalam undang-undang”, sedangkan PNS “melaksanakan kebijakan yang ditetapkan oleh pimpinan Instansi Pemerintah”, sehingga beban kerja, tanggung jawab, dan risiko pekerjaan Hakim berbeda dengan beban kerja, tanggung jawab, dan risiko pekerjaan PNS. Oleh karena itu, jabatan Hakim yang berbeda dengan PNS harus diberlakukan secara berbeda pula. Hal ini sejalan dengan prinsip perlakuan sama dalam konidisi yang sama (treat like cases alike), perlakuan yang beda dalam kondisi yang berbeda (treat different cases differently).

Pandangan hakim terhadap perlunya kemandirian anggaran di tubuh Mahkamah Agung sudah mulai tampak, terutama dalam pertimbangan Hakim Agung dalam uji materiil kedua yang sudah tidak menggantungkan sepenuhnya kepada kewenangan eksekutif, tetapi sudah mulai menyematkan syarat “penentuan kondisi kemampuan keuangan negara merupakan kewenangan eksekutif tanpa boleh dicampuri oleh lembaga yudisial selama tidak bertentangan dengan rasionalitas.

(tulisan tentang “selama tidak bertentangan dengan rasionalitas” dapat dilihat pada tulisan: Penggajian Antara Hakim Pajak dengan Hakim Peradilan lainnya – Bagian Pertama)

Selanjutnya pokok tulisan tentang gaji hakim pajak dan hakim badan peradilan lainnya, dibahas di tulisan berikutnya pada bagian ketiga.

 

 

Thursday, February 11, 2021

Penggajian Antara Hakim Pajak dengan Hakim Peradilan lainnya – Bagian Pertama

Ketertarikan Penulis pada pertimbangan hukum pada Putusan Mahkamah Agung RI Nomor 23 P/HUM/2018 tanggal 10 Desember 2018, pada pokoknya:

Bahwa sesuai dengan ketentuan Pasal 19 dan Pasal 31 UU Kekuasaan Kehakiman Juncto Pasal 122 huruf e UU ASN, Hakim adalah Pejabat Negara yang berbeda dengan ASN, baik itu PNS maupun Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (P3K). Sesuai dengan fungsinya, Hakim adalah pelaku fungsi ajudikasi yang sangat berbeda dengan PNS sebagai pelaksanan fungsi pelayanan publik. Fungsi ajudikasi membutuhkan pengetahuan yang mendalam disertai dengan ketrampilan khusus. Bahkan Hakim harus selalu meningkatkan pengetahuannya guna mengantisipasi perkembangan hukum dan kemasyarakatan sebagai dasar putusannya;

Bahwa materi muatan Objek Permohonan I menyamakan gaji pokok Hakim dengan gaji pokok PNS. Dengan pengaturan norma seperti itu berarti menyamakan beban kerja, tanggung jawab, dan risiko pekerjaan Hakim dengan beban kerja, tanggung jawab, dan risiko pekerjaan PNS. Padahal, Hakim adalah “Pejabat Negara yang melakukan kekuasaan kehakiman yang diatur dalam undang-undang” (Pasal 19 UU Kekuasaan Kehakiman), sedangkan PNS “melaksanakan kebijakan yang ditetapkan oleh pimpinan Instansi Pemerintah” [Pasal 9 ayat (1) UU ASN], sehingga beban kerja, tanggung jawab, dan risiko pekerjaan Hakim berbeda dengan beban kerja, tanggung jawab, dan risiko pekerjaan PNS. Oleh karena itu, jabatan Hakim yang berbeda dengan PNS harus diberlakukan secara berbeda pula. Hal ini sejalan dengan prinsip perlakuan sama dalam kondisi yang sama (treat like cases alike), perlakukan yang beda dalam kondisi yang berbeda (treat different cases differently).

 

Penulis menggarisbawahi tentang:

Oleh karena itu, jabatan Hakim yang berbeda dengan PNS harus diberlakukan secara berbeda pula. Hal ini sejalan dengan prinsip perlakuan sama dalam kondisi yang sama (treat like cases alike), perlakukan yang beda dalam kondisi yang berbeda (treat different cases differently).”

 

Selanjutnya dalam pertimbangan:

Bahwa kata “dapat” dan frasa “sesuai dengan kemampuan keuangan negara” sebagaimana diatur dalam Objek Permohonan II, serta pengaturan Zona 1 pada Lampiran III sebagaimana dituangkan dalam Objek Permohonan IV, merupakan kebijakan hukum terbuka (opened legal policy) yang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, karena penentuan kondisi kemampuan keuangan negara dan penentuan Zona pada Lampiran III sesuai dengan tingkat kemahalan di setiap wilayah provinsi di Indonesia merupakan kewenangan Termohon tanpa boleh dicampuri oleh lembaga yudisial selama tidak bertentangan dengan rasionalitas;

 

Penulis menggarisbawahi tentang:

karena penentuan kondisi kemampuan keuangan negara dan penentuan Zona pada Lampiran III sesuai dengan tingkat kemahalan di setiap wilayah provinsi di Indonesia merupakan kewenangan Termohon tanpa boleh dicampuri oleh lembaga yudisial selama tidak bertentangan dengan rasionalitas;:

 

Terhadap kalimat yang digarisbawahi tersebut dapat disimpulkan bahwa:

  1. Hakim adalah profesi/jabatan yang berbeda dari ASN ataupun jabatan kenegaraan lainnya;
  2. Eksekutif mempunyai kewenangan keuangan yang tidak boleh dicampuri oleh Mahkamah Agung;
  3. Ukuran “Rasionalitas” tidak memiliki patokan yang jelas dan pasti, selama tidak ditentukan dalam undang-undang.

 

Adapun penggalian lebih lanjut  pada angka 1 akan dituangkan dalam  rubrik selanjutnya.

Sedangkan pada angka 2 dan 3, Penulis mempunyai kegelisahan, bahwa benar eksekutif mempunyai kewenangan keuangan yang tidak boleh dicampuri oleh Yudikatif dan Eksekutif mempunyai rasionalitas dalam penganggaran yang terkait dengan Yudikatif.

Sebagai Negara Hukum dan Trias Politica tidak murni, hal tersebut dapat menjadikan Mahkamah Agung tersandera dalam menjalankan fungsi yudikatif, sehingga kepastian anggaran harus tercantum dalam UUD Tahun 1945 atau Undang-Undang tersendiri terkait kemandirian anggaran, dalam bentuk jumlah yang pasti (misalkan dalam anggaran pendidikan 25% dari APBN). Sedangkan rasionalitas dengan membandingkan unsur lain dapat mengakibatkan ketidakpastian anggaran, selama pembandingnya tidak ditetapkan dengan pasti. Adapun dengan persentase mempunyai perbandingan yang tetap sehingga menjamin kepastian anggaran bagi lembaga yudikatif.

Penggiat hukum harus sadar bahwa benteng terakhir penegakan hukum adalah pada lembaga yudikatif, negara hukum NKRI akan tetap berdiri dan kesejahteraan rakyat Indonesia akan terwujud selama penegakan hukum berjalan adil. Keadilan hanya dapat diberikan apabila para penegak hukum mendapatkan kepastian dan jaminan kesejahteraan. Terutama pada korps hakim di lembaga yudikatif harus diberikan kepastian dan jaminan kesejahteraan, tidak tersandera pada aspek keuangan yang tidak boleh dicampuri oleh yudikatif dan eksekutif mempunyai rasionalitas dalam anggaran yang terkait dengan yudikatif.

Semoga tulisan ini sebagai sumbangsih pemikiran dalam perjuangan KEMANDIRIAN ANGGARAN Mahkamah Agung.

 

(tulisan berikutnya  mengulas tema PENGGAJIAN HAKIM PAJAK DAN HAKIM PERADILAN LAINNYA terkait dengan “1. Hakim adalah profesi/jabatan yang berbeda dari ASN ataupun jabatan kenegaraan lainnya;”)

 

Wednesday, February 3, 2021

Fotokopi dari fotokopi sebagai alat bukti dalam hukum acara perdata

Sejak tahun 2008, yaitu sejak diterbitkannya buku Yurisprudensi Mahkamah Agung RI Tahun 2008 pada halaman vii, dicantumkan klasifikasi “Fotokopi sebagai alat bukti”, dan pada bagian kaidah hukumnya, yaitu:

Monday, January 25, 2021

PAHAM KEBANGSAAN (NATION) – BANGSA INDONESIA – DAN PAHAM NEGARA (STATE) – NKRI – TERINTERNALISASI PADA SOSOK HAKIM INDONESIA

 

Terdapat 1.340 suku bangsa di Tanah Air menurut sensus BPS tahun 2010 (Suku Bangsa | Indonesia.Go.Id, 2021), bukanlah jumlah yang sedikit untuk ukuran suatu Negara Republik Indonesia. Hal demikian bisa sebagai beban bagi hakim dalam memberikan keadilan kepada multi etnik tersebut. Keberagaman tersebut dapat melahirkan keanekaragaman hukum adat.


Adapun yang dimaksud kebangsaan adalah:

ke·bang·sa·an n 1 ciri-ciri yang menandai golongan bangsa: korban pesawat yang terbakar itu sudah diketahui -nya2 perihal bangsa; mengenai (yang bertalian dengan) bangsa: sejarah - Indonesia3 kedudukan (sifat) sebagai orang mulia (bangsawan): bukan -nya melainkan kelakuannya yang kita pandang4 kesadaran diri sebagai warga dari suatu negara: memupuk rasa -; (Arti kata kebangsaan - Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Online n.d.)

Sedangkan arti Pemahaman adalah:

paham/pa·ham/ 1 n pengertian: pengetahuan banyak, -- nya kurang; 2 n pendapat; pikiran: -- nya tidak bersesuaian dengan -- kebanyakan orang; 3 n aliran; haluan; pandangan: ia mempunyai -- nasionalis; 4 v mengerti benar (akan); tahu benar (akan): sebenarnya saya sendiri tidak begitu -- akan perkara itu; 5 a pandai dan mengerti benar (tentang suatu hal): ia -- bahasa Sanskerta; ia -- dalam pembuatan gula;angan lalu, -- tertumbuk, pb suatu hal yang banyak halangannya meskipun tampaknya dapat dilakukan dengan mudah; (Arti kata paham - Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Online n.d.)

Adapun Grendi Hendrastomo mengartikan “Paham Kebangsaan adalah paham yang menyatakan loyalitas tertinggi terhadap masalah duniawi dari setiap warga, yang ditujukan kepada negara dan bangsa. (Nasionalisme vs Globalisasi ‘Hilangnya’ Semangat Kebangsaan dalam Peradaban Modern | * | DIMENSIA: Jurnal Kajian Sosiologi n.d.)

Sehingga dapat diartikan bahwa paham kebangsaan adalah kesadaran pandangan sebagai warga dari suatu negara.

 Selain itu, yang dimaksud dengan negara adalah:

Negara adalah organisasi kekuasaan yang berdaulat dengan tata pemerintahan yang melaksanakan tata tertib atas orang-orang di daerah tertentu.[1] Negara juga merupakan suatu wilayah yang memiliki suatu sistem atau aturan yang berlaku bagi semua individu di wilayah tersebut, dan berdiri secara independen. Syarat primer sebuah negara adalah memiliki rakyat, memiliki wilayah,[2] dan memiliki pemerintahan yang berdaulat. Sedangkan syarat sekundernya adalah mendapat pengakuan dari negara lain. (Arti kata negara - Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Online n.d.)

Sehingga dapat diartikan bahwa paham negara adalah kesadaran pandangan entitas yang memiliki suatu wilayah berdasarkan sistem yang berlaku terhadap semua individu di wilayah tersebut.

Tidak tertutup kemungkinan hakim kelahiran Jakarta dan bersuku Jawa ditugaskan ke tanah Sumatera Utara yang kultural, budaya, etnik, dan bahasa pada mulanya hanya dikenalnya melalui buku sejarah dan cerita-cerita masyarakat setempat dapat sebagai sebab kesenjangan dan perbedaan budaya yang melahirkan pertentangan budaya.

Arif bijaksana hakim dalam melaksanakan tugas yudisial seringkali terhambat dengan adanya wawasan kebangsaan dan bernegara yang sempit, baik pada masyarakat setempat ataupun pada diri hakim itu sendiri.

Lem perekat kebangsaan dan bernegara dapat menjadi lemah dalam situasi hakim tidak memberikan keadilan sesuai dengan kearifan lokal. Hakim yang hanya mendasarkan putusan dan pertimbangan kepada aturan tertulis yang sering kali dianggap adil dalam lingkungan masyarakat satu tetapi tidak dianggap adil dalam lingkungan masyarakat yang lainnya.

Selain itu, sikap eksklusivitas, yaitu individu tidak mau memahami perbedaan yang ada di sekelilingnya, mengunggulkan harga dirinya dan golongannya dengan menjatuhkan harga diri golongan yang berbeda dengan dirinya, tidak mampu menyesuaikan diri dengan perbedaan yang ada, dan senantiasa menomorsatukan dirinya dan golongannya dalam setiap aspek kehidupan (Barida 2017), dapat sebagai lemahnya perekat kebangsaan dan kenegaraan.

Di lain pihak, pada diri hakim perlu adanya sikap inklusivitas. Barida menjelaskan “inklusivitas membawa individu pada suatu kemampuan untuk mau memahami keadaan di sekelilingnya dengan segala perbedaan yang ada.(Barida 2017)

Dengan adanya keberanekaragaman suku, adat, dan etnis mengharuskan hakim memahami kearifan lokal dengan pengembangan sikap inklusivitas untuk pemahaman kebangsaan dan negara.

Tour of duty, pindah mutasi kedinasan, sebagai upaya menambah pemahaman kearifan lokal.  Dengan penugasan pada tempat yang beraneka ragama suku, adat dan etnis menumbuhkan sikap kebangsaan dan kewarganegaraan pada diri hakim sebagai perekat persatuan Indonesia.

Sehingga dapat dikatakan bahwa pada diri hakim tidak ada sikap eksklusivitas, tetapi yang ada hanyalah sikap inklusivitas dalam rangkap memahami paham  kebangsaan dan kenegaraan dalam melaksanakan tugas yudisial.

 

Daftar Pustaka:

“Arti Kata Kebangsaan - Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Online.” https://kbbi.web.id/kebangsaan (January 11, 2021).

“Arti Kata Negara - Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Online.” https://kbbi.web.id/negara (January 11, 2021).

“Arti Kata Paham - Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Online.” https://kbbi.web.id/paham (January 25, 2021).

Barida, Muya. 2017. “INKLUSIVITAS VS EKSKLUSIVITAS: PENTINGNYA PENGEMBANGAN WAWASAN KEBANGSAAN DALAM MEWUJUDKAN KEDAMAIAN YANG HAKIKI BAGI MASYARAKAT INDONESIA.” Universitas Ahmad Dahlan 5(UAD): 1403–9. http://lpp.uad.ac.id/wp-content/uploads/2017/05/268-MUYA-BARIDA1403-1409.pdf (January 7, 2021).

“Nasionalisme vs Globalisasi ‘Hilangnya’ Semangat Kebangsaan Dalam Peradaban Modern | * | DIMENSIA: Jurnal Kajian Sosiologi.” https://journal.uny.ac.id/index.php/dimensia/article/view/3395/2880 (January 11, 2021).