Sunday, February 14, 2021

penggajian hakim pajak dan hakim peradilan lainnya – bagian kedua

Dari sisi Eksekutif, terkait dengan hak keuangan dan fasilitas sebagai Pejabat Negara, Pemerintah Pusat telah menuangkan beberapa peraturan tertulis terkait, yaitu:

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 74 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 94 TAHUN 2012 TENTANG HAK KEUANGAN DAN FASILITAS HAKIM YANG BERADA DI BAWAH MAHKAMAH AGUNG (Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 30 Desember 2016, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, JOKO WIDODO)

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 94 TAHUN 2012 TENTANG HAK KEUANGAN DAN FASILITAS HAKIM YANG BERADA DI BAWAH MAHKAMAH AGUNG (Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 29 Oktober 2012, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO)

Selain itu, dari sisi luar eksekutif, perjuangan beberapa hakim Indonesia untuk mendapatkan hak-haknya secara konstitusi telah ditempuh beberapa cara seperti uji materiil, antara lain:

Putusan Mahkamah Agung RI Nomor 28 P/HUM/2015 putus tangal 29 Desember 2015, dengan Pemohon DJUYAMANTO, S.H., dan LANKA ASMAR, S.HI., M.H., yang mana bunyi putusannya adalah menolak permohonan keberatan hak uji materiil dari para Pemohon. Surat permohonan tertanggal 21 April 2015 yang diterima di Kepaniteraan Mahkamah Agung pada tanggal 29 April 2015.

Ada juga, Putusan Mahkamah Agung RI Nomor 23 P/HUM/2018 tanggal putusan 10 Desember 2018, dengan para Pemohon: SUNOTO, S.H., M.Kn.; DJUYAMTO, S.H.; ANDI MUHAMMAD YUSUF BAKRI, S.H.I., M.H.; ACMAD CLOLIL, S.Ag. S.H., LL.M.; LILI EVELIN, S.H., M.H.; IRWAN ROSADY, S.H.; MASALAN BAINON, S.Ag.M.H.; CUNDA SUBHAN, A., S.H.; LANKA ASMAR, S.H.I., M.H.; DARUL FADLI, S.H.I., M.A.; MUH. DJAUHAR SETYADI, S.H., M.H.; SUPANDRIYO, S.H., M.H.; ABDUL HALIM, S.H.I., M.H.; WAHYU SUDRAJAT, S.H., M.H.Li.; WAHYUNI PRASETYANINNGSIH, S.H.; DWI SURYANTA, S.H., M.H.; dan ILMAN HASJIM, S.H.I., M.H., dengan bunyi amar putusan adalah mengabulkan permohonan para Pemohon untuk sebagian dan menolak permohonan para Pemohon untuk selain dan selebihnya. Surat permohonan tertanggal 17 April 2018 yang diterima di Kepanitearan Mahkamah Agung tanggal 17 April 2018.

Langkah-langkah uji materiil tersebut pada pokoknya terkait dengan objek permohonan yang sama, yaitu eksekutif menyamakan hak keuangan hakim sama dengan ASN dan tidak adannya kemandirian angggaran pada tubuh Mahkamah Agung.

Refraksi pandangan yang menyamakan hak keuangan hakim dengan ASN telah tampak dari uji materiil kedua, sedangkan  pandangan bahwa hak keuangan hakim terggantung pada kewenangan pemerintah pusat masih tampak pada uji materiil pertama dan kedua. Adapun pandangan kemandirian anggaran di tubuh Mahkamah Agung sepenuhnya masih belum tampak.

Pergeseran pandangan ke arah kemandiran anggaran di tubuh Mahkamah Agung telah mulai tampak sedikit sejak adanya uji materiil kedua, yang pertimbangan hukumny adalah:

Hakim adalah Pejabat Negara yang berbeda dengan ASN, baik itu PNS maupun Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (P3k). sesuai dengan fungsinya, Hakim adalah pelaku fungsi ajudikasi yang sangat berbeda dengan PNS sebagai pelaksanaan fungsi pelayanan publik. Fungsi ajudikasi membuuthkan pengetahuan yang mendalam disertai dengan ketrampilan khusus. Bahkan Hakim harus selalu meingkatkan pengetahuannya guna mengantisipasi perkembangan hukum dan kemasyarakatan sebagai dasar putusannya.

Bahwa materi muatan Objek Permohonan I menyamakan gaji pokok Hakim dengan gaji pokok PNS. Dengan peraturan pemerintah seperti itu berarti menyamakan beban kerja, tanggung jawab, dan risiko pekerjaan Hakim dengan beban kerja, tanggung jawab, dan risiko pekerjaan PNS. Padahal hakim adalah “Pejabat Negara yang melakukan kekuasaan kehakiman yang diatur dalam undang-undang”, sedangkan PNS “melaksanakan kebijakan yang ditetapkan oleh pimpinan Instansi Pemerintah”, sehingga beban kerja, tanggung jawab, dan risiko pekerjaan Hakim berbeda dengan beban kerja, tanggung jawab, dan risiko pekerjaan PNS. Oleh karena itu, jabatan Hakim yang berbeda dengan PNS harus diberlakukan secara berbeda pula. Hal ini sejalan dengan prinsip perlakuan sama dalam konidisi yang sama (treat like cases alike), perlakuan yang beda dalam kondisi yang berbeda (treat different cases differently).

Pandangan hakim terhadap perlunya kemandirian anggaran di tubuh Mahkamah Agung sudah mulai tampak, terutama dalam pertimbangan Hakim Agung dalam uji materiil kedua yang sudah tidak menggantungkan sepenuhnya kepada kewenangan eksekutif, tetapi sudah mulai menyematkan syarat “penentuan kondisi kemampuan keuangan negara merupakan kewenangan eksekutif tanpa boleh dicampuri oleh lembaga yudisial selama tidak bertentangan dengan rasionalitas.

(tulisan tentang “selama tidak bertentangan dengan rasionalitas” dapat dilihat pada tulisan: Penggajian Antara Hakim Pajak dengan Hakim Peradilan lainnya – Bagian Pertama)

Selanjutnya pokok tulisan tentang gaji hakim pajak dan hakim badan peradilan lainnya, dibahas di tulisan berikutnya pada bagian ketiga.

 

 

No comments:

Post a Comment