Wednesday, February 3, 2021

Fotokopi dari fotokopi sebagai alat bukti dalam hukum acara perdata

Sejak tahun 2008, yaitu sejak diterbitkannya buku Yurisprudensi Mahkamah Agung RI Tahun 2008 pada halaman vii, dicantumkan klasifikasi “Fotokopi sebagai alat bukti”, dan pada bagian kaidah hukumnya, yaitu:


1.            Dalam keadaan tertentu, fotokopi dari fotokopi dapat diterima sebagai bukti. Dalam perkara ini, Majelis Hakim tingkat pertama menggunakan alat bukti fotokopi itu untuk menunjang pengakuan Termohon Kasasi/Tergugat III, bahwa tanah sengketa semula milik orangtua Pemohon Kasasi/Penggugat yang setelah beralih ke tangan Termohon/Teruggat II kemudian dibeli oleh Termohon Kasasi/Terugagat III. Tanpa melihat dalam konteksnya, Pengadilan Tinggi membatalkan putusan Pengadilan Negeri atas dasar bahwa putusan Majelis Hakim tingkat pertama didasarkan pada bukti yang tidak sah. Menurut Majelis Hakim Kasasi, Pengadilan Tinggi telah salah menerapkan hukum atas dasar pertimbangan yang tidak cukup (onvoldoende gemotiveerd).

2.            Untuk membuktikan apakah jual-beli tanah sengketa terjadi dengan cara yang benar, berdasarkan asas billijkheid beginsel, maka yang harus membuktikan adalah pembeli (i.c. Termohon Kasasi/Tergugat III), karena apabila ia benar telah membeli tanah tersebut, maka ia kaan lebih mudah untuk membuktikannya. Menurut Majelis Kasasi, bukti-bukti yang diajukan oleh Termohon Kasasi/Tergugat III sebagai dasar telah beralihnya hak atas atanah sengketa kepada Termohon Kasasi/Tergugat III mengandung cacat yuridis.
(Mahkamah Agung RI 2008, 18)

Hal ini tertuang dalam putusan Kasasi Nomor 1498 K/Pdt/2006 tanggal 23 Januari 2008.

 

Referensi:

Mahkamah Agung RI. 2008. Yurisprudensi Mahkamah Agung RI Tahun 2008. Jakarta: Mahkamah Agung RI.

 

No comments:

Post a Comment