Setiap pihak yang berperkara di pengadilan
berharap agar perkaranya dapat dieksekusi. Kadang kala, para pihak belum
mengerti arti dari istilah hukum “eksekusi”. Pihak berperkara menganggap dengan
perkaranya dimenangkan dengan putusan oleh hakim, maka dianggap selesai sudah
seluruh proses berperkaranya.
Hal demikian, kurang tepat. Karena putusan yang dimenangkan tersebut harus terlebih dahulu dijalankan/dilaksanakan (eksekusi) agar hak-haknya terpenuhi, yang dilakukan secara paksa, atas putusan yang telah berkekuatan hukum tetap.
Untuk lebih jelasnya, Penulis uraikan di bawah ini.
Berdasarkan Keputusan Ditjen Badilum Nomor 40/DJU/SK/HM.02.3/1/2019 tentang Pedoman Eksekusi di Pengadilan Negeri, yang dimaksud dengan eksekusi adalah menjalankan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap (res judicata/inkracht van gewijsde) yang bersifat penghukuman (condemnatoir), yang dilakukan secara paksa, jika perlu dengan bantuan kekuatan mum.
Dengan demikian obyek eksekusi (dalam perkara
perdata) dapat
dikategorikan menjadi lima, yaitu:
1) Eksekusi putusan
perdata;
a) Putusan yang
telah berkekuatan hukum tetap (res judicata/inkracht van gewijsde);
b) Putusan provisi
(terbatas mengenai tindakan sementara tidak mengenai materi pokok perkara); dan
c) Putusan serta
merta/yang dapat dijalankan lebih dahulu (uitvoerbaar bij voorraad disingkat
UbV).
2) Eksekusi putusan
perdamaian (acte van dading);
3) Eksekusi Grosse
akta notarial berupa eksekusi jaminan berupa obyek gadai, hak tanggungan,
fidusia, sewa beli, dan leasing;
4) Eksekusi putusan
lembaga yang berwenang menyelesaikan sengketa atau disebut dengan Quasi
Pengadilan, yaitu:
a) Putusan
Arbitrase nasional;
b) Putusan
arbitrase Internasional atau Arbitrase Asing;
c) Putusan Badan
Penyelesaian Sengketa Konsumen;
d) Putusan Komisi
Pengawasan Persaingan Usaha (KPPU);
e) Putusan Komisi
Informasi.
5) Eksekusi putusan
Pengadilan Hubungan Industrial (PHI)
a) Perjanjian
bersama;
b) Akta Perdamaian;
c) Putusan
Arbitrase; dan
d) Putusan
Perselisihan hak dan perselisihan pemutusan hubungan kerja.
Adapun jenis eksekusi
dapat dikategorikan menjadi empat kelompok yaitu:
1) Eksekusi putusan
yang menghukum pihak yang dikalahkan untuk melakukan pembayaran sejumlah uang.
Putusan untuk membayar sejumlah uang, apabila tidak dilaksanakan secara
sukarela, akan dilaksanakan dengan cara melelang barang milik yang dikalahkan,
yang sebelumnya harus disita.
2) Eksekusi putusan
yang menghukum orang untuk melakukan suatu perbuatan dalam pasal 225HIR/259 Rbg
mengatur bahwa jika Termohon Eksekusi setelah delapan hari diberikan aanmaning
tetap tidak bersedia melaksanakan perbuatan yang telah diputuskan maka atas
permohonan dari Pemohon Eksekusi baik secara tertulis maupun lisan Ketua Pengadilan
Negeri dapat mengubah diktum putusan mengenai perbuatan tertentu tersebut
diganti dengan sejumlah uang.
Perubahan tersebut
dilakukan oleh Ketua Pengadilan Negeri dalam suatu persidangan insidentil yang
dihadiri kedua belah pihak pemohon dan termohon eksekusi dengan dibuat Berita
Acara dan Penetapan, serta besarnya nilai uang pengganti suatu perbuatan
tersebut harus diberitahukan kepada Termohon Eksekusi, selanjutnya eksekusi
dijalankan sesuai eksekusi pembayaran sejumlah uang.
3) Eksekusi putusan
terhadap perkara perdata lingkungan hidup yang berisi penghukuman melakukan
pemulihan lingkungan, pemohon harus mengajukan permohonan penunjukkan auditor
lingkungan guna melakukan perhitungan kerugian dan biaya pemulihan yang akan
digunakan oleh komite yang ditunjuk untuk melakukan pemulihan.
4) Eksekusi Riil
Eksekusi riil
adalah pelaksanaan putusan yang bersifat Condemnatoir yang amarnya terdapat
pernyataan “penghukuman” atau “perintah” terhadap Tergugat untuk melakukan
antara lain:
a) Menyerahkan
suatu barang;
b) Mengosongkan
sebidang tanah atau rumah;
c) Melakukan
perbuatan tertentu;
d) Menghentikan
suatu perbuatan atau keadaan.
1) Pengadilan
negeri dimana perkara (gugatan) diajukan, dan diperiksa serta diputus pada
tingkat pertama.
Ketua Pengadilan
Negeri memimpin jalannya eksekusi yang dilaksanakan oleh Panitera atau Jurusita/Jurusita
Pengganti. Selain itu, Perintah eksekusi dikeluarkan oleh Ketua Pengadilan Negeri dalam bentuk
Penetapan. Adapun aparatur
yang diperintahkan menjalankan eksekusi adalah “Panitera” atau
“Jurusita” Pengadilan Negeri.
Selain itu, tahapan atau
kegiatan yang dilaksanakan dalam proses pelaksanaan eksekusi sebagai berikut:
1) Penerimaan
permohonan eksekusi;
2) Penginputan
pendaftaran eksekusi dalam SIPP;
3) Pencatatan
pendaftaran dalam register (jurnal keuangan perkara);
4) Penginputan
permohonan eksekusi ke dalam SIPP (data para pihak);
5) Pencatatan
pendaftaran dalam register (buku bantu perkara, induk perkara,
register eksekusi);
6) Peminjaman
berkas perkara lengkap dari Panitera Muda Hukum;
7) Menunjuk
Panitera Muda/Tim sebagai penelaah;
8) Menelaah
permohonan;
9) Penegasan dan
pendapat atas telaahan;
10) Membaca hasil
telaah dan pendapat;
11) Pemanggilan
untuk aanmaning;
12) Pelaksanaan
aanmaning.
Dari uraian tersebut, dapatlah diperoleh
gambaran bahwa berperkara di Pengadilan Negeri tidak semudah yang dianggap oleh
sebagian orang. Berperkara di Pengadilan Negeri membutuhkan waktu, biaya dan
psikis yang tidak sedikit.
No comments:
Post a Comment