Thursday, January 11, 2018

KORBAN MATI DALAM KECELAKAAN LALU LINTAS

Commuter yang bepergian tiap hari dengan menggunakan sarana dan prasarana jalan dalam lalu lintas keseharian tidak ada kalanya bersinggungan dengan kecelakaan lalu lintas (laka lantas) yang tidak sedikit mengakibatkan orang meninggal dunia/mati.

Di Tahun 2009, pemerintah mengeluarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, yang mana pemerintah menganggap lalu lintas dan angkutan jalan mempunyai peran strategis dalam mendukung pembangunan dan integrasi nasional sebagian bagian dari upaya memajukan kesejahteraan umum.

Tetapi bila terkait dengan laka lantas yang mengakibatkan korban meninggal dunia/mati, maka tidak sedikit bersinggungan dengan pengadilan negeri untuk mengadili perkara laka lantas tersebut. Pada Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2009 tidak memberikan definisi tentang korban meninggal dunia/mati. Di lain peraturan, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 1993 tentang Prasarana dan Lalu Lintas Jalan di Pasal 93 ayat (3): “Korban mati sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) huruf a, adalah korban yang dipastikan mati sebagai akibat kecelakaan lalu lintas dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari setelah kecelakaan tersebut.”

Peraturan Pemerintah 43/1993 memberikan definisi jelas apabila terkait dengan korban meninggal dunia/mati, sedangkan pada Undang-Undang 22/2009 tidak memberikan definisi secara jelas apa  yang dimaksud dengan korban mati/meninggal dunia.

Bila perkara laka lantas yang mengakibatkan orang meninggal dunia, maka sikap hakim dalam pembuktian terhadap korban yang meninggal dunia harus diberikan pembatasan/penilaian pembuktian secara jelas, yaitu sebab-akibat kematian dan waktu kematian.

Penulis menilai bahwa Undang-Undang Nomor 22/2009 masih belum mencabut  Peraturan Pemerintah Nomor 43/1993, karena di Ketentuan Penutup pada Pasal 318 Undang-Undang Nomor 22/2009: “Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, semua peraturan pelaksana Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3840) dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan atau belum diganti dengan yang baru berdasarkan Undang-Undang ini.”

Oleh karena itu, penulis menilai bahwa Peraturan Pemerintah Nomor 43/1993 adalah tidak bertentangan dan belum diganti dengan peraturan yang baru, maka norma tentang korban meninggal dunia/mati masih dapat memberlakukan peraturan pemerintah tersebut.

Sehingga hakim dalam pertimbangan hukum di putusan pidananya harus berhati-hati untuk mempertimbangkan “sebab-akibat kematian” dan “waktu pasti kematian”. Karena korban mati dalam laka lantas adalah: “korban yang dipastikan mati sebagai akibat kecelakaan lalu lintas dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari setelah kecelakaan tersebut”, bila terjadi di luar hal tersebut maka dipastikan bahwa hal tersebut bukanlah korban mati/meninggal dunia akibat kecelakaan lalu lintas.



No comments:

Post a Comment