Commuter
yang bepergian tiap hari dengan menggunakan sarana dan prasarana jalan dalam
lalu lintas keseharian tidak ada kalanya bersinggungan dengan kecelakaan lalu
lintas (laka lantas) yang tidak sedikit mengakibatkan orang meninggal
dunia/mati.
Di Tahun 2009, pemerintah
mengeluarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu
Lintas dan Angkutan Jalan, yang mana pemerintah menganggap lalu lintas dan
angkutan jalan mempunyai peran strategis dalam mendukung pembangunan dan
integrasi nasional sebagian bagian dari upaya memajukan kesejahteraan umum.
Tetapi bila terkait dengan laka
lantas yang mengakibatkan korban meninggal dunia/mati, maka tidak sedikit
bersinggungan dengan pengadilan negeri untuk mengadili perkara laka lantas tersebut.
Pada Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2009 tidak memberikan
definisi tentang korban meninggal dunia/mati. Di lain peraturan, Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 1993 tentang Prasarana dan Lalu
Lintas Jalan di Pasal 93 ayat (3): “Korban mati sebagaimana dimaksud dalam ayat
(2) huruf a, adalah korban yang dipastikan mati sebagai akibat kecelakaan lalu
lintas dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari setelah kecelakaan tersebut.”
Peraturan Pemerintah 43/1993
memberikan definisi jelas apabila terkait dengan korban meninggal dunia/mati,
sedangkan pada Undang-Undang 22/2009 tidak memberikan definisi secara jelas apa yang dimaksud dengan korban mati/meninggal
dunia.
Bila perkara laka lantas
yang mengakibatkan orang meninggal dunia, maka sikap hakim dalam pembuktian terhadap
korban yang meninggal dunia harus diberikan pembatasan/penilaian pembuktian
secara jelas, yaitu sebab-akibat kematian dan waktu kematian.
Penulis menilai bahwa Undang-Undang
Nomor 22/2009 masih belum mencabut
Peraturan Pemerintah Nomor 43/1993, karena di Ketentuan Penutup pada Pasal
318 Undang-Undang Nomor 22/2009: “Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, semua
peraturan pelaksana Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 49,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3840) dinyatakan tetap
berlaku sepanjang tidak bertentangan atau belum diganti dengan yang baru
berdasarkan Undang-Undang ini.”
Oleh karena itu, penulis
menilai bahwa Peraturan Pemerintah Nomor 43/1993 adalah tidak bertentangan dan
belum diganti dengan peraturan yang baru, maka norma tentang korban meninggal
dunia/mati masih dapat memberlakukan peraturan pemerintah tersebut.
Sehingga hakim dalam
pertimbangan hukum di putusan pidananya harus berhati-hati untuk
mempertimbangkan “sebab-akibat kematian” dan “waktu pasti kematian”. Karena korban
mati dalam laka lantas adalah: “korban
yang dipastikan mati sebagai akibat kecelakaan lalu lintas dalam jangka waktu
paling lama 30 (tiga puluh) hari setelah kecelakaan tersebut”, bila terjadi
di luar hal tersebut maka dipastikan bahwa hal tersebut bukanlah korban
mati/meninggal dunia akibat kecelakaan lalu lintas.
No comments:
Post a Comment