Wednesday, January 10, 2018

PEMERIKSAAN ULANG KARENA MAJELIS BERUBAH

Di tahun 1981, Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia Mr. R. Wirjono Prodjodikoro menerbitkan Surat Edaran Mahkamah Agung RI Nomor 2 Tahun 1961 perihal cara pemeriksaan perkara pidana yang dilanjutkan oleh Hakim lain. SEMA ini diterbitkan karena adanya kondisi di Pengadilan Negeri yang mana bilamana ada hakim yang berhalangan melanjutkan pemeriksaan pidana, maka hakim lain yang menggantikannya melanjutkan pemeriksaan dengan memulai lagi pemeriksaan tersebut dari permulaan, yakni dengan mengulangi pemeriksaan terdakwa dan saksi-saksi yang telah diperiksa. Hal tersebut menurut Ketua MARI menghambat lancarnya pemeriksaan perkara. Sehingga Ketua MARI pada waktu itu menginstruksikan kepada hakim tingkat pertama, apabila seorang hakim melanjutkan pemeriksaan perkara yang telah dimulai oleh hakim lain, maka cukuplah apabila dalam pemeriksaan lanjtuan itu dibacakan saja berita acara dari pemeriksaan terdahulu. Tetapi apabila dalam pemeriksaan lanjutan ini hakim yang melakukan pemeriksaan itu berpendapat bahwa pemeriksaan yang terdahulu belum cukup atau lengkap, sehingga hakim itu merasa perlu untuk mendengar lagi terdakwa atau beberapa orang saksi, maka hakim itu penuh berwenang untuk bertindak demikian.

Setelah berjalannya waktu, di tahun 1981 pemerintah mengundangkan Kitab Undang-Undang Hukum Acara, yaitu Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1981. Selanjutnya mengacu kepada Pasal 198: (1) “Dalam hal seorang hakim atau penuntut umum berhalangan, maka ketua pengadilan atau pejabat kejaksaan yang berwenang wajib segera menunjuk pengganti pejabat yang berhalangan tersebut.” (2) “Dalam hal penasihat hukum berhalangan, ia menunjuk penggantinya dan apabila pengganti ternyata tidak ada atau juga berhalangan, maka sidang berjalan terus.”

Dalam pengaturan di KUHAP terlihat dengan jelas bahwa norma pemeriksaan lanjutan belum diatur secara jelas, dan ketentuan SEMA 2/1961 tersebut belum dicabut, maka penulis berkesimpulan bahwa norma pemeriksaan lanjutan sebagaimana dalam SEMA 2/1961 dapat diberlakukan apabila ada salah satu anggota majelis hakim yang berhalangan.

Dengan catatan tambahan, untuk sahnya pemeriksaan lanjutan tersebut ada baiknya bagi majelis hakim terutama untuk Ketua Majelis Hakim membuatkan berita acara persidangan pemeriksaan lanjutan tersebut, dan tidak cukup hanya untuk mencatatkan di berita acara persidangan lanjutan adanya perubahan majelis. Seyogyanya cukup untuk menerangkan bahwa “telah dibacakan berita acara dari pemeriksaan terdahulu” dalam berita acara persidangan tersendiri.


No comments:

Post a Comment