Di tahun 1981, Ketua Mahkamah
Agung Republik Indonesia Mr. R. Wirjono Prodjodikoro menerbitkan Surat Edaran
Mahkamah Agung RI Nomor 2 Tahun 1961 perihal cara pemeriksaan perkara pidana
yang dilanjutkan oleh Hakim lain. SEMA ini diterbitkan karena adanya kondisi di
Pengadilan Negeri yang mana bilamana ada hakim yang berhalangan melanjutkan
pemeriksaan pidana, maka hakim lain yang menggantikannya melanjutkan
pemeriksaan dengan memulai lagi pemeriksaan tersebut dari permulaan, yakni
dengan mengulangi pemeriksaan terdakwa dan saksi-saksi yang telah diperiksa.
Hal tersebut menurut Ketua MARI menghambat lancarnya pemeriksaan perkara. Sehingga
Ketua MARI pada waktu itu menginstruksikan kepada hakim tingkat pertama, apabila
seorang hakim melanjutkan pemeriksaan perkara yang telah dimulai oleh hakim
lain, maka cukuplah apabila dalam pemeriksaan lanjtuan itu dibacakan saja
berita acara dari pemeriksaan terdahulu. Tetapi apabila dalam pemeriksaan
lanjutan ini hakim yang melakukan pemeriksaan itu berpendapat bahwa pemeriksaan
yang terdahulu belum cukup atau lengkap, sehingga hakim itu merasa perlu untuk mendengar
lagi terdakwa atau beberapa orang saksi, maka hakim itu penuh berwenang untuk bertindak
demikian.
Setelah berjalannya waktu,
di tahun 1981 pemerintah mengundangkan Kitab Undang-Undang Hukum Acara, yaitu Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1981. Selanjutnya mengacu kepada Pasal 198:
(1) “Dalam hal seorang hakim atau penuntut umum berhalangan, maka ketua pengadilan
atau pejabat kejaksaan yang berwenang wajib segera menunjuk pengganti pejabat yang
berhalangan tersebut.” (2) “Dalam hal penasihat hukum berhalangan, ia menunjuk
penggantinya dan apabila pengganti ternyata tidak ada atau juga berhalangan,
maka sidang berjalan terus.”
Dalam pengaturan di KUHAP
terlihat dengan jelas bahwa norma pemeriksaan lanjutan belum diatur secara
jelas, dan ketentuan SEMA 2/1961 tersebut belum dicabut, maka penulis
berkesimpulan bahwa norma pemeriksaan lanjutan sebagaimana dalam SEMA 2/1961
dapat diberlakukan apabila ada salah satu anggota majelis hakim yang berhalangan.
Dengan catatan tambahan,
untuk sahnya pemeriksaan lanjutan tersebut ada baiknya bagi majelis hakim
terutama untuk Ketua Majelis Hakim membuatkan berita acara persidangan
pemeriksaan lanjutan tersebut, dan tidak cukup hanya untuk mencatatkan di
berita acara persidangan lanjutan adanya perubahan majelis. Seyogyanya cukup
untuk menerangkan bahwa “telah dibacakan berita acara dari pemeriksaan
terdahulu” dalam berita acara persidangan tersendiri.
No comments:
Post a Comment