Monday, January 29, 2018

PELANGGARAN TENAGA HONORER DI PENGADILAN



Tenaga honorer sebagai tenaga pembantu yang terdapat di pengadilan-pengadilan seluruh Indonesia tidak dapat terlepas dari kesibukan aktivitas kedinasan keseharian di pengadilan. Tenaga honorer sebagai “wong cilik” yang mempunyai peranan penting yang tidak dapat dianggap remeh oleh pengguna dan pemanfaat pelayanan pengadilan.

Tidak sering kali pengguna dan pemanfaat pelayanan pengadilan dapat terbantukan oleh tenaga honorer dan dapat juga tenaga honorer melakukan perbuatan yang dalam menurunkan wibawa dan martabat lembaga  peradilan dan perbuatan tercela dalam pemberian pelayanan peradilan pada masyarakat pencari keadilan.


Sehingga dapat timbul pertanyaan, apakah pelanggaran yang dilakukan oleh tenaga honorer dapat diadukan oleh masyarakat pencari keadilan?

Sebagaimana pada Peraturan Mahkamah Agung RI Nomor 9 Tahun 2016 tentang Pedoman Penanganan Pengaduan (Whistleblowing System) di Mahkamah Agung dan Badan Peradilan yang Berada Dibawahnya, bahwa yang dimaksud dengan Pengaduan adalah laporan yang mengandung informasi atau indikasi terjadinya pelanggaran terhadap Kode Etik dan pedoman perilaku Panitera dan Jurusita, Pelanggaran terhadap Kode Etik dan kode perilaku pegawai Aparatur Sipil Negara, Pelanggaran hukum acara atau Pelanggaran terhadap disiplin Pegawai Negeri Sipil atau peraturan disiplin militer, maladministrasi dan pelayanan publik dan/atau Pelanggaran pengelolaan keuangan dan Barang Milik Negara. Adapun yang dimaksud dengan Pelanggaran adalah sikap, ucapan dan/atau perbuatan yang dilakukan oleh seorang Hakim atau pegawai Aparatur Sipil Negara di lingkungan badan peradilan yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, Kode Etik dan pedoman perilaku, serta petunjuk atau pedoman pelaksanaan tugas.

Sehingga dari pengaturan pada Perma tersebut, dapat disimpulkan bahwa tenaga honorer tidak sebagai bagian yang dapat dijadikan subyek dan obyek pengaduan. Apakah dengan demikian tenaga honorer tidak dapat diadukan bila terjadi yang dalam menurunkan wibawa dan martabat lembaga  peradilan dan perbuatan tercela dalam pemberian pelayanan peradilan pada masyarakat pencari keadilan?

Pertanyaan demikian sering kali menjadi bahan diskusi bagi sesama pegawai di lingkungan peradilan. Tetapi bila dikembalikan kepada Perma tersebut, maka dapat dikatakan bahwa sudah jelas bahwa tenaga honorer tidak dapat diadikan subyek dan obyek dalam pengaduan dari masyarakat pencari keadilan.

Bagaimana yang harus dilakukan oleh pimpinan peradilan bilamana hal tersebut terjadi?

Langkah yang dapat dilakukan adalah memberhentikan tenaga honorer yang melakukan perbuatan tercela atau melaporkan kepada pihak kepolisian bilamana terjadi tindak pidana.

No comments:

Post a Comment