Wednesday, February 20, 2019

Hakim Milenial dalam Revolusi Industri 4.0


Generasi milenial adalah kaum muda yang lahir pada era 1980 sampai dengan 2000. Generasi ini memiliki karakter berbeda dengan generasi sebelumnya, karena mereka tidak terlepas dari teknologi digital, seperti penggunaan media sosial Facebook atau pun Whatsapp.
Dalam era digitalisasi yang dihadapi oleh generasi milenial berdampak pada semua peristiwa menjadikan ruang dan waktu terkompresi serta Revolusi Industri 4.0 dapat mengubah cara generasi milenial mendefinisikan ulang siapa kita dan dunia kita berada yang eksistensinya tidak terlepas dari gawai.
Selain itu, generasi milenial eksistensinya diukur dalam tindakan menggunakan alat-alat gawai, yaitu aku bergawai maka aku ada, dan banjirnya informasi yang diperoleh oleh penggunanya. Hal demikian dapat berakibat kepada kedangkalan, ketidakkritisan dan kesesatan berpikir dalam arus derasnya banjir informasi.
Bagaimana dengan hakim milenial dalam Revolusi Industri 4.0?
Hakim yang termasuk dalam generasi milenial adalah wajah peradilan Indonesia masa depan (2035). Pimpinan peradilan masa kini berkewajiban untuk membawa dan mengantarkan hakim milenial pada proses budaya hukum berkeadaban. Hakim milenial yang berkepribadian kritis, berintegritas, dan bertanggungjawab dalam proses hukum kekinian adalah tidak terlepas dari kegunaan filsafat, yang mana hakim tidak bisa memisahkan diri dari kefilsafatan. Adapun, filsafat adalah lahir dari kebutuhan untuk mencari kedalaman dan kejernihan dari fenomena kehidupan (peristiwa hukum).
Loyalitas hakim milenial terhadap tujuan dari hukum adalah untuk selalu terusik dengan situasi riil di mana peristiwa hukum terjadi di lingkungan mereka berada, sedangkan kehadiran dunia digitalisasi mempengaruhi cara kita hidup, cara kita bekerja dan bertindak serta cara kita berinteraksi dengan sesama manusia dan dunia sekitarnya yang dapat menjadikan peristiwa hukum yang berdimensi berbeda dari masa sebelumnya.
Hakim tidak terlepas dari budaya kearifan dan kebijaksanaan berpikir, dan dengan filsafat  dapat menuntun hakim untuk mengerti, memahami, menilai, dan mengambil keputusan yang arif dan bijak dengan melalui penghargaan atau kritik terhadap peristiwa hukum dan fakta hukum yang ada di hadapannya. Adapun, terhadap hakim milenial dalam Revolusi Industri 4.0 wajib berfilsafat untuk membentuk dirinya sebagai hakim Indonesia yang berintegritas dalam oleh pikir, oleh rasa, dan olah aksi. Sehingga hakim Indonesia tidak mudah terkontaminasi oleh virus kedangkalan dan kesesatan berpikir.

No comments:

Post a Comment