Generasi milenial adalah kaum muda yang lahir pada era
1980 sampai dengan 2000. Generasi ini memiliki karakter berbeda dengan generasi
sebelumnya, karena mereka tidak terlepas dari teknologi digital, seperti
penggunaan media sosial Facebook atau pun Whatsapp.
Dalam era digitalisasi yang dihadapi oleh generasi
milenial berdampak pada semua peristiwa menjadikan ruang dan waktu terkompresi serta
Revolusi Industri 4.0 dapat mengubah cara generasi milenial mendefinisikan ulang
siapa kita dan dunia kita berada yang eksistensinya tidak terlepas dari gawai.
Selain itu, generasi milenial eksistensinya diukur dalam
tindakan menggunakan alat-alat gawai, yaitu aku bergawai maka aku ada, dan
banjirnya informasi yang diperoleh oleh penggunanya. Hal demikian dapat
berakibat kepada kedangkalan, ketidakkritisan dan kesesatan berpikir dalam arus
derasnya banjir informasi.
Bagaimana dengan hakim milenial dalam Revolusi Industri
4.0?
Hakim yang termasuk dalam generasi milenial adalah wajah
peradilan Indonesia masa depan (2035). Pimpinan peradilan masa kini
berkewajiban untuk membawa dan mengantarkan hakim milenial pada proses budaya
hukum berkeadaban. Hakim milenial yang berkepribadian kritis, berintegritas,
dan bertanggungjawab dalam proses hukum kekinian adalah tidak terlepas dari
kegunaan filsafat, yang mana hakim tidak bisa memisahkan diri dari
kefilsafatan. Adapun, filsafat adalah lahir dari kebutuhan untuk mencari kedalaman
dan kejernihan dari fenomena kehidupan (peristiwa hukum).
Loyalitas hakim milenial terhadap tujuan dari hukum
adalah untuk selalu terusik dengan situasi riil di mana peristiwa hukum terjadi
di lingkungan mereka berada, sedangkan kehadiran dunia digitalisasi mempengaruhi
cara kita hidup, cara kita bekerja dan bertindak serta cara kita berinteraksi
dengan sesama manusia dan dunia sekitarnya yang dapat menjadikan peristiwa hukum
yang berdimensi berbeda dari masa sebelumnya.
Hakim tidak terlepas dari budaya kearifan dan kebijaksanaan
berpikir, dan dengan filsafat dapat
menuntun hakim untuk mengerti, memahami, menilai, dan mengambil keputusan yang
arif dan bijak dengan melalui penghargaan atau kritik terhadap peristiwa hukum
dan fakta hukum yang ada di hadapannya. Adapun, terhadap hakim milenial dalam Revolusi
Industri 4.0 wajib berfilsafat untuk membentuk dirinya sebagai hakim Indonesia yang
berintegritas dalam oleh pikir, oleh rasa, dan olah aksi. Sehingga hakim
Indonesia tidak mudah terkontaminasi oleh virus kedangkalan dan kesesatan
berpikir.
No comments:
Post a Comment