Monday, June 8, 2020

SMAP (SISTEM MANAJEMEN ANTI PENYUAPAN), ZONA INTEGRITAS, DAN AKREDITASI PENJAMINAN MUTU PELAYANAN DI LINGKUNGAN MAHKAMAH AGUNG DAN BADAN PERADILAN DI BAWAHNYA


(dasar hukum, definisi, peruntukan/ditujukan untuk, penanggung jawab, proses, waktu, pelaporan, dan prinsip)

Baca dalam bentuk tabel: tabel

MANAJEMEN RISIKO
(Keputusan Sekretaris Mahkamah Agung Nomor 475/SEK/SK/VII/2019)
1.       Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah  
2.       Peraturan Pemerintah Nomor 81 Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010-2025
3.       Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 52 Tahun 2014 ten tang Pedoman Pembangunan Zona Integritas Menuju Wilayah Bebas dari Korupsi dan Wilayah Birokrasi Bersih dan Melayani di lingkungan Instansi Pemerintah sebagaimana telah diubah, dengan Peratuan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 10 Tahun 2019 ten tang Perubahan atas Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 52 Tahun 2014 ten tang Pedoman Pembangunan Zona Integritas Menuju Wilayah Bebas dari Korupsi dan Wilayah Birokrasi Bersih dan Melayani di lingkungan Instansi Pemerintah
4.       Peraturan Kepala Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan Nomor: PER- 688/K/D4/2012 tentang Pedoman Pelaksanaan Penilaian Risiko di Lingkungan Instansi Pemerintah
5.       Peraturan Kepala Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan Nomor 4 Tahun 2016 tentang Pedoman Penilaian dan Strategi Peningkatan Maturitas Sistem Pengendalian Intern Pemerintah
6.       Keputusan Sekretaris Mahkamah Agung Nomor 476/SEK/SK/VII/2019 tentang Pembentukan Tim Satuan Tugas Sistem Pengendalian Intern Pemerintah di Lingkungan Mahkamah Agung
7.       Keputusan Sekretaris Mahkamah Agung Nomor 475/SEK/SK/VII/2019 tentang Pedoman Manajemen Risiko di Lingkungan Mahkamah Agung dan Badan Peradilan di Bawahnya
1.       Risiko adalah kemungkinan terjadinya suatu peristiwa yang berdampak negatif terhadap pencapaian tujuan dan sasaran
2.       Manajemen Risiko adalah pendekatan sistematis yang meliputi budaya, proses, dan struktur untuk menentukan tindakan terbaik terkait Risiko
3.       Penilaian Risiko adalah kegiatan mengidentifikasi seluruh risiko atau potensi risiko yang dapat mempengaruhi pencapaian tujuan/ sasaran organisasi, yang dilakukan melalui proses yang sistematis dan terukur
4.       Identifikasi Risiko adalah kegiatan mengidentifikasi seluruh risiko atau potensi risiko yang dapat mempengaruhi pencapaian tujuan/ sasaran organisasi, yang dilakukan melalui proses yang sistematis dan terukur
5.       Analisis Risiko adalah proses untuk mengidentifikasi potensial risiko kerugian atau tidak tercapainya tujuan/ sasaran yang diukur dengan penggabungan antara kemungkinan risiko dengan konsekuensi risiko
6.       Kemungkinan Risiko adalah proses untuk menetapkan (mengukur) terjadinya peluang bahwa sesuatu risiko kemungkinan dapat terjadi
7.       Konsekuensi Risiko adalah proses untuk menetapkan (mengukur) dampak potensial dari aktivitas proses kritis bisnis yang dapat terjadi
8.       Peta Risiko adalah gambaran tentang seluruh exposure risiko yang dinyatakan dengan tingkat/level masing- masing risiko
9.       Evaluasi Risiko adalah upaya mengidentifikasi perubahan atas pergeseran tingkat level risiko yang dikaitkan dengan upaya mitigasi atau faktor lain yang mempengaruhi
10.   Penanganan Risiko adalah upaya mengidentifikasi berbagai opsi penanganan risiko yang disusun dalam bentuk rencana tindak pengendalian
11.   Rencana Tindak Pengendalian yang selanjutnya disingkat RTP adalah rencana penanganan risiko lebih lanjut yang merupakan pilihan opsi terbaik dari berbagai opsi yang relevan
12.   Pemantauan dan reviu dalam manajemen risiko adalah kegiatan pengendalian yang dilakukan selama proses penilaian dan penanganan risiko berlangsung yang bertujuan untuk menjamin terciptanya optimalisasi manajemen risiko
a. meningkatkan kemungkinan pencapaian tujuan dan peningkatan kinerja; b. mendorong manajemen yang proaktif; c. memberikan dasar yang kuat dalam pengambilan keputusan dan perencanaan; d. meningkatkan efektivitas alokasi dan efisiensi penggunaan sumber daya organisasi; e. meningkatkan kepatuhan kepada ketentuan hukum yang berlaku; f. meningkatkan kepercayaan pemangku kepentingan; dan g. meningkatkan ketahanan organisasi
1.       Penanggungjawab pelaksanaan manajemen risiko di Lingkungan Makamah Agung dan Badan Peradilan di Bawahnya adalah para Eselon I dan Ketua/Kepala Pengadilan pada 4 (empat) Lingkungan Peradilan
2.       Tim Manajemen Risiko dibentuk oleh Eselon I masing-masing dan Ketua/Kepala Pengadilan pada 4 (empat) Lingkungan Peradilan
3.       Tim Manajemen Risiko sebagaimana dimasud pada ayat (2) tediri dari Ketua, Sekretaris dan Anggota
a. penetapan konteks; b. identifikasi risiko; c. analisis risiko; d. evaluasi risiko; e. penanganan risiko; f. monitoring dan reviu; dan g. komunikasi dan konsultasi
periode penerapan selama 1 ( satu) tahun anggaran
( 1) Pengadilan Tingkat Pertama membuat laporan pengelolaan manajemen risiko yang disampaikan kepada Ketua Pengadilan Tingkat Banding. (2) Pengadilan Tingkat Banding membuat laporan pengelolaan manajemen risiko dan melakukan kompilasi atau rekapitulasi seluruh laporan pengelolaan manajemen risiko Pengadilan Tingkat Pertama yang disampaikan kepada Direktur Jenderal terkait. (3) Pejabat Eselon II pada lingkungan unit organisasi Eselon I membuat laporan pengelolaan manajemen risiko yang disampaikan kepada Pejabat Eselon I terkait. (4) Pejabat Eselon I membuat laporan pengelolaan manajemen risiko dan melakukan kompilasi atau rekapitulasi seluruh laporan pengelolaan manajemen risiko Pejabat Eselon II yang disampaikan kepada Sekretaris Mahkamah Agung






SMAP
(SISTEM MANAJEMEN ANTI PENYUAPAN)
ISO SNI 37001:2016

Corruption Risk Assessment

1.       SNI ISO 37001 : 2016 Sistem Manajemen Anti Suap (SMAP) / (Keputusan Kepala Badan Standarisasi Nasional No.248/KEP/BSN/11/2016 pada bulan November 2016)
2.       Inpres No.10 Tahun 2016 tentang Aksi Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi, revisi dari Peraturan Presiden No. 55 tahun 2012 tentang Strategi Nasional Pencegahan Korupsi
3.       PERMA No. 13/2016 Tata Cara PenangananPerkaraTindakPidanaOlehKorporasi
1.       Penyuapan yang dibahas dalam SNI ISO 37001:2016 meliputi beberapa tipe, yakni: penyuapan di sektor publik, swasta, dan nirlaba; penyuapan oleh organisasi; penyuapan oleh personil organisasi yang bertindak atas nama organisasi dan atau keuntungan organisasi. Disamping itu,  penyuapan oleh rekan bisnis organisasi yang bertindak atas nama organisasi atau keuntungan organisasi; penyuapan kepada organisasi; penyuapan kepada personil organisasi dalam kaitan dengan kegiatan organisasi; penyuapan kepada rekan bisnis organisasi dalam kaitan dengan kegiatan organisasi; serta penyuapan langsung dan tidak langsung (misalnya suap yang ditawarkan atau diterima melalui atau oleh pihak ketiga).
2.       • Pasal20 ayat1 UU No. 31/1999 jo. UU No. 20/2001 : Dalamhaltindakpidanakorupsi dilakukan oleh atau atas nama suatu korporasi,  maka tuntutan dan penjatuhan pidana dapatdilakukan terhadapkorporasidan ataupengurusnya
• Pasal20 ayat2 jo. UU No. 20/2001: Tindakpidanakorupsi dilakukanolehkorporasiapabilatindakpidanatersebutdilakukanoleh orang-orangbaikberdasarkanhubungankerjamaupunberdasarkan hubunganlain, bertindakdalamlingkungankorporasitersebutbaiksendiri maupunbersama-sama
• Pasal5 ayat(1) hurufa UU No.31 Tahun1999 jo. UU No. 20 Tahun2001 : setiaporangyang memberiataumenjanjikan sesuatukepadaPegawainegeriataupenyelenggaranegaradenganmaksud supayaPegawainegeriataupenyelenggaranegaratersebutberbuatatau tidakberbuatsesuatudalamjabatannya, yang  bertentangandengan kewajibannya
• Pasal5 ayat(2): BagiPegawainegeriataupenyelenggaranegarayang menerimapemberianataujanjisebagaimanadimaksuddalamayat(1) huruf a atauhurufb, dipidanadenganpidanayang samasebagaimanadimaksud dalamayat(1)
3.       • PenjelasanPasal2 Angka7 UU No. 28 Tahun1999: Termasukdalamkategoripenyelenggaranegaraadalah Direksi, Komisaris, pejabatstrukturallainnyapadaBadan Pejabat BUMN termasuk Penyeleng Regulasi terkait korupsi sektor korporasi /R0/2017 Direksi, Komisaris, pejabatstrukturallainnyapadaBadan Usaha MilikNegara danBadanUsaha Milik Daerah
4.       TIPE PENYUAPAN: penyuapan di sektor publik, swasta dan nirlaba; • penyuapan oleh organisasi; • penyuapan oleh personel yang bertindak atas nama organisasi atau untuk kepentingannya; • penyuapan oleh rekan bisnis dari sebuah organisasi yang bertindak atas nama organisasi atau untuk kepentingannya; • penyuapan oleh organisasi; • penyuapan oleh personel organisasi sehubungan dengan aktivitas organisasi; • penyuapan rekan bisnis organisasi sehubungan dengan aktivitas organisasi; • penyuapan langsung dan tidak langsung (misalnya: menawarkan atau menerima suap melalui atau oleh pihak ketiga).
1.       Kemampuan untuk mencegah (prevent), mendeteksi (detect), dan menangani (respond) terjadinya tindak pidana suap dengan berdasar pada 6 prinsip yaitu prosedur yang proporsional, komitmen pimpinan, manajemen risiko, uji kelayakan (due diligence), komunikasi yang efektif, serta monitoring dan review/evaluasi
2.       Sistem manajemen ini dapat digunakan untuk menanamkan budaya anti-suap dalam sebuah organisasi/institusi negara maupun swasta. Melalui standar yang berlaku pada SMAP dapat mendeteksi potensi penyuapan, sehingga organisas/ institusi  bisa melakukan pencegahan sejak dini
3.       Keberadaan SNI ISO 37001:2016 bertujuan untuk membantu organisasi – baik pemerintah, swasta maupun nirlaba -  dalam mencegah, mendeteksi, dan menangani terjadinya praktik penyuapan. Di samping itu, untuk mematuhi peraturan perundang-undangan yang terkait dengan anti penyuapan dan komitmen sukarela yang sesuai dengan aktivitas dalam sistem manajemen tersebut
4.       Dengan SNI ISO 37001:2016 diharapkan dapat membantu organisasi mengendalikan praktik penyuapan dengan menyediakan sejumlah langkah penting. Langkah-langkah penting tersebut diantaranya dengan penetapan kebijakan anti-penyuapan, penunjukan petugas yang berwenang untuk mengawasi kepatuhan terhadap praktik anti-penyuapan. Langkah berikutnya adalah pembinaan dan pelatihan anggota organisasi, penerapan manajemen resiko pada proyek dan kegiatan organisasi, pengendalian finansial dan komersial, serta pelembagaan laporan prosedur investigasi
5.       Organisasi yang mampu me nerapkan SNI ISO 37001:2016 jelas akan memperoleh manfaat. Beberapa manfaat tersebut adalah: (a) organisasi terbantu dalam mengimplementasikan sistem manajemen anti korupsi dan meningkatkan pengendalian intern; (b)  controlling terhadap praktik suap menjadi lebih optimal sehingga dapat dilakukan tindakan preventif; (c)menunjukkan kepada publik bahwa organisasi telah terjamin secara internasional, bebas dari praktik penyuapan; (d) ketika terjadi penyelidikan kasus suap, dapat dijadikan bukti bahwa organisasi telah mengambil langkah-langkah pencegahan korupsi dan suap di lingkungannya; (e) ISO 37001:2016 berperan sebagai pedoman tindakan preventif terhadap berbagai bentuk penyuapan di sebuah organisasi; (f) kredibilitas organisasi semakin meningkat

1.       PDCA yaitu Plan, Do, Check, dan Act
2.       Dilakukan persiapan yang meliputi training dan gap analysis, pengembangan sistem yang meliputi pengembangan kebijakan dan pengembangan dokumentasi, implementasi yang meliputi sosialisasi dan implementasi sistem, review sistem yang meliputi audit internal, tinjauan manajemen, dan persiapan sertifikasi, serta Sertifikasi yang meliputi pemilihan lembaga sertifikasi, pelaksanaan audit, perbaikan hasil audit, dan keputusan sertifikasi
3.       Persiapan -Training Awareness terhadap standar -Gap Analysis; Pengembangan Sistem - Pengembangan kebijakan dan dokumentasi; Implementasi - Sosialisasi Penerapan - Implementasi sistem; Review Sistem -Audit Internal -Tinjauan Manajemen -Persiapan sertifikasi; Sertifikasi - Pemilihan lembaga sertifikasi - Pelaksanaan audit sertifikasi - Perbaikan hasil audit - Keputusan sertifikasi - Surveilan di tahun berikutnya
Terhadap sistem yang telah terbangun dan mendapatkan akreditasi maka akan dilakuykan surveillance pada setiap 1 tahun dan jika ditemukan pelanggaran maka sertifikat SNI ISO 37001 : 2016 bisa dicabut

Ada enam prinsip yang terkandung dari SNI ISO 37001:2016, yaitu: prosedur yang proporsional, komitmen pimpinan, manajemen risiko, due diligence, komunikasi yang efektif, serta monitoring dan evaluasi.

Pertama, prosedur yang proporsional;  dimaksudkan bahwa kebijakan dan prosedur yang ada harus proporsional dengan risiko penyuapan yang dihadapi. Dalam hal ini disesuaikan dengan budaya dan lingkup penerapannya agar tercapai tujuan organisasi mencegah penyuapan

Kedua, komitmen pimpinan;  dimak sudkan bahwa kepemimpinan yang efektif pada pencegahan penyuapan disesuaikan dengan ukuran organisasi, struktur manajemen dan keadaan saat itu. Pimpinan dapat menjaga kebijakan agar dilaksanakan, dikomunikasikan kepada vendor, dan menjamin hasil analisis risiko

Prinsip ketiga,  manajemen risiko. Dalam hal ini, berdasarkan stakeholder yang terkait dan isu internal maka organisasi menganalisis risiko dan didokumentasikan. Secara umum risiko eksternal dikatagorikan menjadi risiko negara, risiko sektor, risiko transaksi, risiko dari peluang bisnis dan risiko rekanan. Kompleksitas metode yang diambil mencerminkan maturitas organisasi

prinsip keempat adalah due diligence atau uji kepatutan. Prinsip ini menganalisis kegiatan yang dlakukan terhadap proses/personil/ unit yang memiliki nilai risiko di atas rendah untuk memastikan tidak terjadi baik. Uji kepatutan terhadap mitra usaha perlu mengkaji kebenaran lokasi, kepatuhannya terhadap aturan hukum, dan kebijakan anti korupsi yang dimiliki

Kelima, komunikasi yang efektif. Dalam hal ini setiap persyaratan standar harus dapat dikomunikasikan sesuai peruntukannya. Hal yang wajib dikomunikasikan adalah kebijakan anti suap dan dokumentasi kepada internal dan eksternal. Juga dilakukan training dan sosialisasi kepada personil organisasi untuk memudahkan komunikasi

Keenam, melakukan monitoring dan eveluasi. Monitoring dilakukan melalui tim kepatuhan yang kemudian melaporkannya kepada pimpinan puncak. Hasil dari monitoring dan evaluasi dapat berupa perubahan risiko, prosedur maupun kebijakan yang menunjukkan efektivitas penerapan SMAP



ZONA INTEGRITAS
MENUJU WILAYAH BEBAS KORUPSI (WBK) DAN WILAYAH BIROKRASI BERSIH DAN MELAYANI  (WBBM)
Peradilan Agama:

(BUKU SAKU: PEDOMAN PELAKSANAAN PEMBANGUNAN ZONA INTEGRITAS (ZI)
MENUJU WILAYAH BEBAS DARI KORUPSI (WBK) DAN WILAYAH
BIROKRASI BERSIH DAN MELAYANI (WBBM) DI LINGKUNGAN
PERADILAN AGAMA,
DIREKTORAT JENDERAL BADAN PERADILAN AGAMA
MAHKAMAH AGUNG RI):

1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun1999 tentang
Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari
Korupsi, Kolusi dan Nepotisme;
2. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi;
3. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang
Komisi Tindak Pidana Korupsi;
4. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang
Keterbukaan Informasi Publik;
5. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang
Pelayanan Publik;
6. Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008
tentang Sistem Pengendalian Internal Pemerintah;
7. Peraturan Presiden 81 Tahun 2010 tentang Grand
Design Reformasi Birokrasi 2010 – 2025;
8. Peraturan Presiden 55 Tahun 2012 tentang
Strategi Nasional Pencegahan dan
Pemberantasan Korupsi Inpres 2 Tahun 2014
Tentang Aksi Pencegahan dan Pemberantasan
Korupsi;
9. Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018
tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah;
10. Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur
Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 14
Tahun 2014 tentang Pedoman Evaluasi
Pelaksanaan Reformasi Birokrasi;
11. Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur
Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 52 Tahun
2014 tentang pedoman Pembangunan Zona
lntegritas Menuju Wilayah Bebas dari Korupsi dan
Wilayah Birokrasi Bersih dan Melayani di
Lingkungan Instansi Pemerintah;
12. Surat Keputusan Ketua Mahkamah Agung No.1-
144/KMA/ SK/I/2011 tanggal 5 Januari 2011
tentang Pedoman Pelayanan Informasi di
Pengadilan;
13. Surat Keputusan Ketua Mahkamah No.
026/KMA/SK/II/2012 tanggal 9 Februari 2012
tentang Standar Pelayanan Publik – Pembaruan
Peradilan.
14. Surat Ketua Mahkamah Agung
No.194A/KMA/SK/XI/2014 tanggal 25 November
2014 tentang Pembentukan Tim Pembangunan
Zona Integritas MA RI.


Peradilan Umum:

(Pedoman Pelaksanaan Pembangunan Zona Integritas Menuju Wilayah Bebas Korupsi (WBK) dan Wilayah Birokrasi Bersih dan Melayanai (WBBM) Pada Pengadilan di Lingkungan Peradilan Umum.)

1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun1999 tentang Penyelenggara Negara
yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme;
2. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi;
3. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Tindak
Pidana Korupsi;
4. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan
Informasi Publik;
5. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik;
6. Undang-Undang Nomor 49 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua
atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1986 tentan Peradilan Umum;
7. Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 tentang Sistem
Pengendalian Internal Pemerintah;
8. Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan
Barang/Jasa Pemerintah;
9. Peraturan Presiden 81 Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi
Birokrasi 2010 – 2025;
10. Peraturan Presiden 55 Tahun 2012 tentang Strategi Nasional
Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi Inpres 2 Tahun 2014
Tentang Aksi Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi;
11. Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi
Birokrasi Nomor 14 Tahun 2014 tentang Pedoman Evaluasi
Pelaksanaan Reformasi Birokrasi;
12. Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi
Birokrasi Nomor 52 Tahun 2014 tentang pedoman Pembangunan
Zona lntegritas Menuju Wilayah Bebas dari Korupsi dan Wilayah
Birokrasi Bersih dan Melayani di Lingkungan Instansi Pemerintah;
13. Surat Keputusan Ketua Mahkamah Agung
No.194A/KMA/SK/XI/2014 tanggal 25 November 2014

Peradilan Agama:
Zona Integritas (ZI) adalah predikat yang diberikan
kepada instansi pemerintah pimpinan dan
jajarannya yang mempunyai komitmen untuk
mewujudkan WBK/WBBM melalui
reformasi birokrasi, khususnya dalam hal
pencegahan korupsi dan peningkatan kualitas
pelayanan publik.

Wilayah Bebas dari Korupsi (WBK) adalah predikat
yang diberikan kepada suatu unit kerja yang
memenuhi sebagian besar manajemen perubahan,
penataan tatalaksana, penataan sistem manajemen
SDM, penguatan pengawasan, dan penguatan akun
-tabilitas kinerja.

Wilayah Birokrasi Bersih dan Melayani (WBBM)
adalah predikat yang diberikan kepada suatu unit
kerja yang memenuhi sebagian besar manajemen
perubahan, penataan tata laksana penataan
sistem manajemen SDM, penguatan pengawasan,
dan penguatan akuntabilitas kinerja, serta
penguatan kualitas pelayanan publik.



Peradilan Umum:

1. Zona Integritas (ZI) adalah predikat yang diberikan kepada instansi
pemerintah yang pimpinan dan jajarannya mempunyai komitmen
untuk mewujudkan WBK/WBBM melalui reformasi birokrasi,
khususnya dalam hal pencegahan korupsi dan peningkatan kualitas
pelayanan publik.
2. Menuju Wilayah Bebas dari Korupsi (Menuju WBK) adalah predikat
yang diberikan kepada suatu unit kerja yang memenuhi sebagian
besar manajemen perubahan, penataan tatalaksana, penataan sistem
manajemen SDM, penguatan pengawasan, dan penguatan
akuntabilitas kinerja.
3. Menuju Wilayah Birokrasi Bersih dan Melayani (Menuju WBBM) adalah
predikat yang diberikan kepada suatu unit kerja yang memenuhi
sebagian besar manajemen perubahan, penataan tata laksana
penataan sistem manajemen SDM, penguatan pengawasan, dan
penguatan akuntabilitas kinerja, dan penguatan kualitas pelayanan
publik.



Peradilan Agama:

a. Kualitas penyelenggaraan pemerintahan yang
baik, bersih, dan bebas KKN.
b. Pelayanan publik yang semakin maju dan
mampu bersaing secara global.
c. Kapasitas dan akuntabilitas kinerja birokrasi
makin baik.
d. SDM aparatur semakin profesional.
e. Pola pikir dan budaya kerja yang mencerminkan
integritas yang makin tinggi.


Peradailan Umum:

Outcome dari pembangunan Zona Integritas adalah terbentuknya
WBK/WBBM di satuan kerja. Pembangunan WBK dan WBBM secara
bertahap diharapkan akan memberikan kontribusi yang dapat
meningkatkan nilai Indeks Persepsi Korupsi (IPK) pada pengadilan
khususnya dan Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia pada umumnya
Peradilan Agama:

Unit Kerja adalah unit/satuan kerja di lingkungan
Peradilan Agama, serendah rendahnya eselon III
yang menyelengarakan fungsi pelayanan.


Peradilan Umum:

Unit Kerja adalah Unit/satuan Kerja di instansi Pemerintah, serendah
rendahnya eselon III yang menyelengarakan fungsi pelayanan.

Evaluasi pada pengadilanpengadilan di lingkungan Peradilan Umum dilaksanakan oleh Pengadilan
Tinggi, dalam hal ini dilakukan oleh Tim Penilai WBK/WBBM Pengadilan
Tinggi melalui penelaahan laporan-laporan yang diterima, pengolahan
informasi yang diperoleh langsung di lapangan dan forum diskusi tim ZI
Pengadilan Tinggi.



Peradilan Agama:

Proses pembangunan Zona Integritas merupakan
tindaklanjut Pencanangan Pembangunan Zona
Integritas yang difokuskan pada penerapan program
Manajemen Perubahan, Penataan Tatalaksana,
Penataan Manajemen SDM, Penguatan Pengawasan,
Penguatan Akuntabilitas Kinerja, dan Peningkatan
Kualitas Pelayanan Publik yang bersifat konkrit.
Setelah Pencanangan Pembangunan Zona Integritas,
Mahkamah Syar’iyah Aceh/Pengadilan Tinggi Agama
dapat mengusulkan Mahakamah Syar’iyah/Pengadilan Agama di wilayah hukumnya maupun Mahkamah
Syar’iyah Aceh/Pengadilan Tinggi Agama tersebut yang
telah memenuhi syarat:
1.Mendapatkan Nilai Akuntabilitas Kinerja Instansi
Pemerintah (AKIP) minimal “CC”;
2.Memiliki peran dan penyelenggaraan fungsi
pelayanan strategis;
3.Dianggap telah melaksanakan program-program
Reformasi Birokrasi secara baik (Sudah membuat
rencana kegiatan tiap area RB, setiap temuan
eksternal/internal sudah ditindaklanjuti, sudah
melakukan monitoring dan evaluasi terhadap
pelaksanaan rencana kegiatan dibuktikan dengan
data dukung, sudah mendokumentasikan seluruh
data dukung area RB secara tertib dalam box per
area).
Setelah syarat di atas terpenuhi, maka TPPI
melakukan penilaian mandiri terhadap satuan kerja
di bawahnya dengan menggunakan Lembar Kerja
Evaluasi/LKE (contoh dokumen terlampir), penilaian
mandiri awal bagi Mahkamah Syar’iyah/Pengadilan
Agama dilakukan oleh TPPI Mahkamah Syar’iyah
Aceh/Pengadilan Tinggi Agama sedangkan penilaian
mandiri awal Mahkamah Syar’iyah Aceh/ Pengadilan
Tinggi Agama dilakukan oleh TPPI Ditjen Badilag.
Satuan kerja yang telah mendapatkan nilai
penilaian mandiri yang dilakukan oleh TPPI dengan
nilai akumulatif dari komponen pengungkit dan
indikator hasil minimal 82, selanjutnya akan diusulkan
oleh Ditjen Badilag kepada TPI Mahkamah Agung untuk
dilakukan penilaian mandiri.
TPI melakukan penilaian mandiri kepada satuan
kerja yang diusulkan, selanjutnya melaporkan kepada
pimpinan instansi mengenai satuan kerja yang lolos
penilaian mandiri dan diusulkan agar ditetapkan
sebagai satuan kerja berpredikat WBK/WBBM ke
Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan RB.
Terdapat dua komponen yang harus dibangun oleh
satuan kerja terpilih yaitu:
I. Komponen Pengungkit (60%)
II. Komponen Hasil (40%)


Peradilan Umum:

Proses pembangunan Zona Integritas merupakan tindaklanjut
Pencanangan Pembangunan Zona Integritas yang difokuskan pada
penerapan program Manajemen Perubahan, Penataan Tatalaksana,
Penataan Manajemen SDM, Penguatan Pengawasan, Penguatan
Akuntabilitas Kinerja, dan Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik
yang bersifat konkrit.
Setelah Pencanangan Pembangunan Zona Integritas, Pengadilan
Tinggi dapat mengusulkan Pengadilan-pengadilan Negeri di wilayah
hukumnya maupun Pengadilan Tinggi tersebut yang telah memenuhi
syarat :
1. Mendapatkan Nilai Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemeirntah (AKIP)
minimal “CC”;
2. Memiliki peran dan penyelenggaraan fungsi pelayanan strategis;
3. Dianggap telah melaksanakan program-program Reformasi Birokrasi
secara baik (Sudah membuat rencana kegiatan tiap area RB, setiap
temuan eksternal/internal sudah ditindaklanjuti, sudah melakukan
monitoring dan evaluasi terhadap pelaksanaan rencana kegiatan
dibuktikan dengan data dukung, sudah mendokumentasikan seluruh
data dukung area RB secara tertib dalam box per area).
Setelah syarat di atas terpenuhi maka TPPI melakukan penilaian
mandiri terhadap satuan kerja di bawahnya dengan menggunakan
Lembar Kerja Evaluasi/LKE (contoh dokumen terlampir), penilaian
mandiri awal bagi pengadilan negeri dilakukan oleh TPPI Pengadilan
Tinggi sedangkan penilaian mandiri awal Pengadilan Tinggi dilakukan
oleh TPPI Ditjen Badilum.
Satuan unit kerja yang telah mendapatkan nilai penilaian mandiri
yang dilakukan oleh TPPI dengan nilai akumulatif dari komponen
pengungkit dan indikator hasil minimal 82, selanjutnya akan diusulkan
oleh Ditjen Badilum kepada TPI Mahkamah Agung untuk dilakukan
penilaian mandiri.
TPI melakukan penilaian mandiri kepada unit satuan kerja yang
diusulkan, selanjutnya melaporkan kepada pimpinan instansi mengenai
unit satuan kerja yang lolos penilaian mandiri dan diusulkan agar
ditetapkan sebagai satuan kerja (Pengadilan Negeri/Tinggi) berpredikat
WBK/WBBM ke Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negera dan RB.
Terdapat dua komponen yang harus dibangun oleh unit kerja terpilih
yaitu :
1) Komponen Pengungkit (60%)
2) Komponen Hasil (40%).
Peradilan Agama:

Pelaksanaan pembangunan Zona Integritas dan
kinerja WBK/WBBM yang telah ditetapkan perlu
dilakukan evaluasi setiap bulan untuk mengetahui
tingkat efektivitas pedoman ini. Evaluasi pada
pengadilan- pengadilan di lingkungan Peradilan Agama
dilaksanakan oleh Mahkamah Syar’iyah
Aceh/Pengadilan Tinggi Agama, dalam hal ini
dilakukan oleh Tim Penilai WBK/WBBM Mahkamah
Syar’iyah Aceh/Pengadilan Tinggi Agama melalui
penelaahan laporan-laporan yang diterima, pengolahan
informasi yang diperoleh langsung di lapangan dan
forum diskusi tim ZI Mahkamah Syar’iyah
Aceh/Pengadilan Tinggi Agama.


Peradilan Umum:

Pelaksanaan pembangunan Zona Integritas dan kinerja WBK/WBBM
yang telah ditetapkan perlu dilakukan evaluasi setiap bulan
Peradilan Agama:

Pelaporan atas hasil evaluasi tersebut dilakukan oleh
Mahkamah Syar’iyah Aceh/Pengadilan Tinggi Agama
kepada Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama
setiap bulan, sehingga perkembangan pelaksanaan
pembangunan Zona Integritas menuju terwujudnya
WBK/WBBM secara berkala dapat dimonitor.

Setiap satuan kerja diwajibkan melakukan penilaian
mandiri Zona Integritas dengan berpedoman kepada
Lembar Kerja Evaluasi (LKE), sebelum dinilai oleh Tim
Penilai Internal (TPI) dan Tim Penilaian Ekstenal (TPE).
Formulir LKE dapat diunduh dari file yang menjadi
satu kesatuan dengan dokumen ini sesuai dengan
Permenpan No. 52 Tahun 2014 tentang Pedoman
Pembangunan Zona Integritas Menuju Wilayah Bebas
dari Korupsi dan Wilayah Birokrasi Bersih dan Melayani
di Lingkungan Instansi Pemerintah.


Peradilan Umum:

Proses Pembangunan ZI Menuju WBK/WBBM harus
disosialisasikan kepada seluruh personil maupun
masyarakat agar tujuan utama meraih WBK/WBBM dapat
tercapai,

Pelaporan atas hasil evaluasi tersebut dilakukan oleh Pengadilan Tinggi
kepada Direktorat Jenderal Badan Peradilan Umum setiap bulan,
sehingga perkembangan pelaksanaan pembangunan Zona Integritas
menuju terwujudnya WBK/WBBM secara berkala dapat dimonitor.

Setiap satuan kerja diwajibkan melakukan penilaian mandiri Zona
Integritas dengan berpedoman kepada Lembar Kerja Evaluasi (LKE),
sebelum nantinya akan dinilai oleh Tim Penilai Internal (TPI) dan Tim
Penilaian Ekstenal (TPE).

Peradilan Agama:

1. Pencanangan Pembangunan Zona Integritas adalah
deklarasi/ pernyataan dari pimpinan Mahkamah
Syar’iyah Aceh/Pengadilan Tinggi Agama dan
Mahkamah Syar’iyah/Pengadilan Agama bahwa
instansinya telah siap membangun Zona Integritas.
2. Pencanangan Pembangunan Zona Integritas
dilakukan oleh ketua pengadilan berserta seluruh
jajarannya yang telah menandatangani dokumen
pakta integritas .
3. Penandatanganan dokumen pakta integritas dapat
dilakukan secara massal/serentak pada saat
pelantikan, sebagai CPNS, PNS, pelantikan dalam
rangka mutasi kepegawaian horizontal dan vertikal.
Bagi satuan kerja yang belum seluruh pegawainya
menandatangani Dokumen pakta integritas, dapat
melanjutkan/melengkapi setelah pencanangan
pembangunan Zona Integritas;
4. Melaksanakan pencanangan Zona Integritas yang
disaksikan oleh instansi, kementerian/lembaga,
Forum Komunikasi Pimpinan Daerah, tokoh
masyarakat, tokoh agama serta dipublikasikan
secara luas melalui media massa (televisi, radio,
koran), website, banner dan atau spanduk dengan
maksud agar semua pihak termasuk masyarakat
dapat memantau, mengawal, mengawasi dan
berperan serta dalam program kegiatan reformasi
birokrasi, khususnya di bidang pencegahan korupsi
dan peningkatan kualitas pelayanan publik.
5. Semua yang dilakukan harus dilengkapi dengan
data dukung antara lain: Foto/dokumentasi,
screenshoot website, screenshoot media sosial,
rekaman berita televisi, serta kliping koran dan
dilampirkan di dalam Laporan Kerja Evaluasi (LKE).


Peradilan Umum:

1. Pencanangan Pembangunan Zona Integritas adalah
deklarasi/pernyataan dari pimpinan suatu satuan kerja bahwa
instansinya telah siap membangun Zona Integritas.
2. Pencanangan Pembangunan Zona Integritas dilakukan oleh ketua
pengadilan berserta seluruh/sebagian jajarannya yang telah
menandatangani Dokumen Pakta Integritas.
Penandatanganan dokumen Pakta Integritas dapat dilakukan secara
masal/serentak pada saat pelantikan, baik sebagai CPNS, PNS,
pelantikan dalam rangka mutasi kepegawaian horizontal dan vertikal.
Bagi satuan kerja yang belum seluruh pegawainya menandatangani
Dokumen Pakta Integritas, dapat melanjutkan/melengkapi setelah
pencanangan pembangunan Zona Integritas;
3. Melaksanakan pencanangan Zona Integritas yang disaksikan oleh
Instansi, Kementerian/lembaga, Forum Komunikasi Pimpinan
Daerah, Tokoh Masyarakat, Tokoh Agama serta dipublikasikan secara
luas melalui media massa (Televisi, Radio, Koran), website, banner
dan atau spanduk dengan maksud agar semua pihak termasuk
masyarakat dapat memantau, mengawal, mengawasi dan berperan
serta dalam program kegiatan reformasi birokasi khususnya dibidang
pencegahan korupsi dan peningkatan kualitas pelayanan publik.
4. Semua yang dilakukan harus dilengkapi dengan data dukung antara
lain: Foto/dokumentasi, screenshoot Website, screenshoot media
sosial, rekaman berita televisi, serta kliping koran dan dilampirkan di
dalam Laporan Kerja Evaluasi (LKE).



AKREDITASI PENJAMINAN MUTU
Peradilan Agama:

(Pedoman Praktis Akreditasi Penjaminan Mutu
Badan Peradilan Agama-2018)

1. Keputusan Direktur Jenderal Badan Peradilan Agama Nomor
2077.a/DJA/OT.01.3/SK/10/2018, tanggal 4 Oktober 2018 Tentang Tim
Penyusunan Pedoman Akreditasi Penjaminan Mutu Badan Peradilan
Agama.
2. Keputusan Direktur Jenderal Badan Peradilan Agama Nomor
2081.b/DJA/OT.01.3/SK/10/2018, tanggal 6 Oktober 2018 Tentang
Pemberlakuan Pedoman Akreditasi Penjaminan Mutu Badan Peradilan
Agama.

Peradilan Umum:

(Pedoman Praktis Pemeliharaan Akreditaswi Penjaminan Mutu Badan Peradilan Umum, Direktorat Jenderal Badan Peradilan Umum, Tahun 2018)

1. Keputusan Direktur Jenderal Badan Peradilan Umum Nomor:
1385a/DJU/SK/OT.01.3/09/2016 Tentang Perubahan Tim
Akreditasi Penjaminan Mutu Badan Peradilan Umum.
2. Keputusan Direktur Jenderal Badan Peradilan Umum Nomor:
2235/DJU/SK/OT.01.3/12/2017 Tentang Pembentukan Tim
Penyusunan Buku Pedoman Praktis Akreditasi Penjaminan
Mutu Badan Peradilan Umum.







Peradilan Agama:

PTA/MS Aceh selain harus melaksanakan akreditasi, juga merupakan
garda terdepan dari Ditjen Badilag dalam melakukan asistensi Akreditasi pada
PA/MS di wilayah hukumnya.

Peradilan Umum:

Pengadilan Tinggi selain harus melaksanakan Akreditasi,
Pengadilan Tinggi juga merupakan garda terdepan dari Ditjen
Badilum dalam melakukan pembinaan Akreditasi pada Pengadilan
Negeri di wilayah hukumnya.

Pembinaan dan Pengawasan Pimpinan Pengadilan Untuk
menjaga terpeliharanya predikat akreditasi,

Peradilan Umum:

Asesmen Surveilan pertama 6 (enam) bulan
setelah menerima sertifikasi Akreditasi dan selanjutnya
setiap 12 (dua belas) bulan sekali
Peradilan Agama:

Pelaksanaan pembinaan yang dilakukan oleh pimpinan pengadilan
harus disertai data dukung dalam bentuk dokumen. Pembinaan dalam
bentuk sosialisasi/pengarahan harus dibuktikan dengan dokumen
undangan, daftar hadir, notula rapat, bahan presentasi dan juga foto
dokumentasi.


Peradilan Umum:

Pelaksanaan pembinaan yang dilakukan oleh pimpinan
pengadilan harus disertai data dukung dalam bentuk
dokumen. Pembinaan dalam bentuk sosialisasi/ pengarahan
harus dibuktikan dengan dokumen undangan, daftar hadir,
notula rapat, bahan presentasi dan juga foto dokumentasi.
Peradilan Umum:

Prinsip prinsip 5R:
a. RINGKAS, adalah memisahkan sesuatu alat/barang yang
jarang dipakai, sering dipakai dan menyingkirkan yang
tidak diperlukan lagi.
b. RAPI, adalah menyimpan sesuatu alat/ barang sesuai
tempat yang telah ditentukan. Sesuatu alat/barang
dikelompokan ditempat yang ditentukan (almari, rak)
kemudian diberi label isi rak atau almari tersebut.
c. RESIK, adalah membersihkan tempat/ lingkungan kerja,
peralatan kerja dari debu dan kotoran. Resik dilaksanakan
oleh semua level dari pimpinan (4 pilar) hingga tenaga
honorer.
d. RAWAT, adalah mempertahankan hasil 3R diatas (Ringkas, Rapi,Resik) dengan cara membakukan/ menetapkan
standar (cara pengendalian, penetapan kondisi tidak
wajar, mekanisme pemantauan, pola tindak lanjut, pemeriksaan berkala).
e. RAJIN, adalah terciptanya kebiasaan pribadi tiap SDM untuk menjaga dan meningkatkan apa yang sudah
dicapai. (MELAKUKAN APAYANG HARUS DILAKUKAN,
DAN TIDAK MELAKUKAN APA YANG TIDAK BOLEH
DILAKUKAN). Kondisi yang dibutuhkan agar terciptanya
kondisi Rajin adalah: penetapan target bersama, teladan/
contoh pimpinan, harmonisasi hubungan antar SDM.


No comments:

Post a Comment