(dasar hukum, definisi, peruntukan/ditujukan untuk,
penanggung jawab, proses, waktu, pelaporan, dan prinsip)
Baca dalam bentuk tabel: tabel
MANAJEMEN RISIKO
(Keputusan
Sekretaris Mahkamah Agung Nomor 475/SEK/SK/VII/2019)
|
1.
Peraturan Pemerintah Nomor 60
Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah
2.
Peraturan Pemerintah Nomor 81
Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010-2025
3.
Peraturan Menteri
Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 52 Tahun 2014 ten
tang Pedoman Pembangunan Zona Integritas Menuju Wilayah Bebas dari Korupsi
dan Wilayah Birokrasi Bersih dan Melayani di lingkungan Instansi Pemerintah
sebagaimana telah diubah, dengan Peratuan Menteri Pendayagunaan Aparatur
Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 10 Tahun 2019 ten tang Perubahan atas
Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor
52 Tahun 2014 ten tang Pedoman Pembangunan Zona Integritas Menuju Wilayah
Bebas dari Korupsi dan Wilayah Birokrasi Bersih dan Melayani di lingkungan
Instansi Pemerintah
4.
Peraturan Kepala Badan
Pengawas Keuangan dan Pembangunan Nomor: PER- 688/K/D4/2012 tentang Pedoman
Pelaksanaan Penilaian Risiko di Lingkungan Instansi Pemerintah
5.
Peraturan Kepala Badan
Pengawasan Keuangan dan Pembangunan Nomor 4 Tahun 2016 tentang Pedoman
Penilaian dan Strategi Peningkatan Maturitas Sistem Pengendalian Intern Pemerintah
6.
Keputusan Sekretaris Mahkamah
Agung Nomor 476/SEK/SK/VII/2019 tentang Pembentukan Tim Satuan Tugas Sistem
Pengendalian Intern Pemerintah di Lingkungan Mahkamah Agung
7.
Keputusan
Sekretaris Mahkamah Agung Nomor 475/SEK/SK/VII/2019 tentang Pedoman Manajemen
Risiko di Lingkungan Mahkamah Agung dan Badan Peradilan di Bawahnya
|
1.
Risiko adalah kemungkinan terjadinya suatu peristiwa yang berdampak
negatif terhadap pencapaian tujuan dan sasaran
2.
Manajemen Risiko adalah pendekatan sistematis yang meliputi budaya, proses, dan
struktur untuk menentukan tindakan terbaik terkait Risiko
3.
Penilaian Risiko adalah kegiatan mengidentifikasi seluruh risiko atau potensi
risiko yang dapat mempengaruhi pencapaian tujuan/ sasaran organisasi, yang
dilakukan melalui proses yang sistematis dan terukur
4.
Identifikasi Risiko adalah kegiatan mengidentifikasi seluruh risiko atau potensi
risiko yang dapat mempengaruhi pencapaian tujuan/ sasaran organisasi, yang
dilakukan melalui proses yang sistematis dan terukur
5.
Analisis Risiko adalah proses untuk mengidentifikasi potensial risiko kerugian
atau tidak tercapainya tujuan/ sasaran yang diukur dengan penggabungan antara
kemungkinan risiko dengan konsekuensi risiko
6.
Kemungkinan Risiko adalah proses untuk menetapkan (mengukur) terjadinya peluang
bahwa sesuatu risiko kemungkinan dapat terjadi
7.
Konsekuensi Risiko adalah proses untuk menetapkan (mengukur) dampak potensial dari
aktivitas proses kritis bisnis yang dapat terjadi
8.
Peta Risiko adalah gambaran tentang seluruh exposure risiko yang dinyatakan
dengan tingkat/level masing- masing risiko
9.
Evaluasi Risiko adalah upaya mengidentifikasi perubahan atas pergeseran tingkat
level risiko yang dikaitkan dengan upaya mitigasi atau faktor lain yang
mempengaruhi
10.
Penanganan Risiko adalah upaya mengidentifikasi berbagai opsi penanganan risiko
yang disusun dalam bentuk rencana tindak pengendalian
11.
Rencana Tindak
Pengendalian yang selanjutnya disingkat RTP
adalah rencana penanganan risiko lebih lanjut yang merupakan pilihan opsi
terbaik dari berbagai opsi yang relevan
12.
Pemantauan dan reviu dalam
manajemen risiko adalah kegiatan pengendalian
yang dilakukan selama proses penilaian dan penanganan risiko berlangsung yang
bertujuan untuk menjamin terciptanya optimalisasi manajemen risiko
|
a. meningkatkan kemungkinan pencapaian
tujuan dan peningkatan kinerja; b. mendorong manajemen yang proaktif; c.
memberikan dasar yang kuat dalam pengambilan keputusan dan perencanaan; d.
meningkatkan efektivitas alokasi dan efisiensi penggunaan sumber daya
organisasi; e. meningkatkan kepatuhan kepada ketentuan hukum yang berlaku; f.
meningkatkan kepercayaan pemangku kepentingan; dan g. meningkatkan ketahanan
organisasi
|
1.
Penanggungjawab pelaksanaan
manajemen risiko di Lingkungan Makamah Agung dan Badan Peradilan di Bawahnya
adalah para Eselon I dan Ketua/Kepala Pengadilan pada 4 (empat) Lingkungan
Peradilan
2.
Tim Manajemen Risiko dibentuk
oleh Eselon I masing-masing dan Ketua/Kepala Pengadilan pada 4 (empat)
Lingkungan Peradilan
3.
Tim Manajemen Risiko
sebagaimana dimasud pada ayat (2) tediri dari Ketua, Sekretaris dan Anggota
|
a. penetapan konteks; b.
identifikasi risiko; c. analisis risiko; d. evaluasi risiko; e. penanganan
risiko; f. monitoring dan reviu; dan g. komunikasi dan konsultasi
|
periode penerapan selama 1 (
satu) tahun anggaran
|
( 1) Pengadilan Tingkat Pertama
membuat laporan pengelolaan manajemen risiko yang disampaikan kepada Ketua
Pengadilan Tingkat Banding. (2) Pengadilan Tingkat Banding membuat laporan
pengelolaan manajemen risiko dan melakukan kompilasi atau rekapitulasi
seluruh laporan pengelolaan manajemen risiko Pengadilan Tingkat Pertama yang
disampaikan kepada Direktur Jenderal terkait. (3) Pejabat Eselon II pada
lingkungan unit organisasi Eselon I membuat laporan pengelolaan manajemen
risiko yang disampaikan kepada Pejabat Eselon I terkait. (4) Pejabat Eselon I
membuat laporan pengelolaan manajemen risiko dan melakukan kompilasi atau
rekapitulasi seluruh laporan pengelolaan manajemen risiko Pejabat Eselon II
yang disampaikan kepada Sekretaris Mahkamah Agung
|
SMAP
(SISTEM MANAJEMEN
ANTI PENYUAPAN)
ISO SNI 37001:2016
Corruption Risk
Assessment
|
1.
SNI ISO 37001 : 2016 Sistem
Manajemen Anti Suap (SMAP) / (Keputusan Kepala Badan Standarisasi Nasional
No.248/KEP/BSN/11/2016 pada bulan November 2016)
2.
Inpres No.10 Tahun 2016
tentang Aksi Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi, revisi dari Peraturan
Presiden No. 55 tahun 2012 tentang Strategi Nasional Pencegahan Korupsi
3.
PERMA No. 13/2016 Tata Cara PenangananPerkaraTindakPidanaOlehKorporasi
|
1.
Penyuapan yang dibahas dalam
SNI ISO 37001:2016 meliputi beberapa tipe, yakni: penyuapan di sektor publik,
swasta, dan nirlaba; penyuapan oleh organisasi; penyuapan oleh personil
organisasi yang bertindak atas nama organisasi dan atau keuntungan
organisasi. Disamping itu, penyuapan
oleh rekan bisnis organisasi yang bertindak atas nama organisasi atau
keuntungan organisasi; penyuapan kepada organisasi; penyuapan kepada personil
organisasi dalam kaitan dengan kegiatan organisasi; penyuapan kepada rekan
bisnis organisasi dalam kaitan dengan kegiatan organisasi; serta penyuapan langsung
dan tidak langsung (misalnya suap yang ditawarkan atau diterima melalui atau
oleh pihak ketiga).
2.
• Pasal20 ayat1 UU No.
31/1999 jo. UU No. 20/2001 : Dalamhaltindakpidanakorupsi dilakukan oleh atau
atas nama suatu korporasi, maka
tuntutan dan penjatuhan pidana dapatdilakukan terhadapkorporasidan
ataupengurusnya
• Pasal20 ayat2 jo. UU No. 20/2001: Tindakpidanakorupsi
dilakukanolehkorporasiapabilatindakpidanatersebutdilakukanoleh
orang-orangbaikberdasarkanhubungankerjamaupunberdasarkan hubunganlain, bertindakdalamlingkungankorporasitersebutbaiksendiri
maupunbersama-sama
• Pasal5 ayat(1) hurufa UU No.31 Tahun1999 jo. UU No. 20 Tahun2001
: setiaporangyang memberiataumenjanjikan
sesuatukepadaPegawainegeriataupenyelenggaranegaradenganmaksud
supayaPegawainegeriataupenyelenggaranegaratersebutberbuatatau
tidakberbuatsesuatudalamjabatannya, yang
bertentangandengan kewajibannya
• Pasal5 ayat(2): BagiPegawainegeriataupenyelenggaranegarayang
menerimapemberianataujanjisebagaimanadimaksuddalamayat(1) huruf a atauhurufb,
dipidanadenganpidanayang samasebagaimanadimaksud dalamayat(1)
3.
• PenjelasanPasal2 Angka7 UU
No. 28 Tahun1999: Termasukdalamkategoripenyelenggaranegaraadalah Direksi,
Komisaris, pejabatstrukturallainnyapadaBadan Pejabat BUMN termasuk Penyeleng
Regulasi terkait korupsi sektor korporasi /R0/2017 Direksi, Komisaris,
pejabatstrukturallainnyapadaBadan Usaha MilikNegara danBadanUsaha Milik
Daerah
4.
TIPE PENYUAPAN: penyuapan di
sektor publik, swasta dan nirlaba; • penyuapan oleh organisasi; • penyuapan
oleh personel yang bertindak atas nama organisasi atau untuk kepentingannya;
• penyuapan oleh rekan bisnis dari sebuah organisasi yang bertindak atas nama
organisasi atau untuk kepentingannya; • penyuapan oleh organisasi; •
penyuapan oleh personel organisasi sehubungan dengan aktivitas organisasi; •
penyuapan rekan bisnis organisasi sehubungan dengan aktivitas organisasi; •
penyuapan langsung dan tidak langsung (misalnya: menawarkan atau menerima
suap melalui atau oleh pihak ketiga).
|
1.
Kemampuan untuk mencegah (prevent),
mendeteksi (detect), dan menangani (respond) terjadinya tindak
pidana suap dengan berdasar pada 6 prinsip yaitu prosedur yang proporsional,
komitmen pimpinan, manajemen risiko, uji kelayakan (due diligence),
komunikasi yang efektif, serta monitoring dan review/evaluasi
2.
Sistem manajemen ini dapat
digunakan untuk menanamkan budaya anti-suap dalam sebuah organisasi/institusi
negara maupun swasta. Melalui standar yang berlaku pada SMAP dapat mendeteksi
potensi penyuapan, sehingga organisas/ institusi bisa melakukan pencegahan sejak dini
3.
Keberadaan SNI ISO 37001:2016
bertujuan untuk membantu organisasi – baik pemerintah, swasta maupun nirlaba
- dalam mencegah, mendeteksi, dan
menangani terjadinya praktik penyuapan. Di samping itu, untuk mematuhi
peraturan perundang-undangan yang terkait dengan anti penyuapan dan komitmen
sukarela yang sesuai dengan aktivitas dalam sistem manajemen tersebut
4.
Dengan SNI ISO 37001:2016
diharapkan dapat membantu organisasi mengendalikan praktik penyuapan dengan
menyediakan sejumlah langkah penting. Langkah-langkah penting tersebut
diantaranya dengan penetapan kebijakan anti-penyuapan, penunjukan petugas
yang berwenang untuk mengawasi kepatuhan terhadap praktik anti-penyuapan.
Langkah berikutnya adalah pembinaan dan pelatihan anggota organisasi,
penerapan manajemen resiko pada proyek dan kegiatan organisasi, pengendalian
finansial dan komersial, serta pelembagaan laporan prosedur investigasi
5.
Organisasi yang mampu me
nerapkan SNI ISO 37001:2016 jelas akan memperoleh manfaat. Beberapa manfaat
tersebut adalah: (a) organisasi terbantu dalam mengimplementasikan sistem manajemen
anti korupsi dan meningkatkan pengendalian intern; (b) controlling terhadap praktik suap menjadi
lebih optimal sehingga dapat dilakukan tindakan preventif; (c)menunjukkan
kepada publik bahwa organisasi telah terjamin secara internasional, bebas dari
praktik penyuapan; (d) ketika terjadi penyelidikan kasus suap, dapat
dijadikan bukti bahwa organisasi telah mengambil langkah-langkah pencegahan
korupsi dan suap di lingkungannya; (e) ISO 37001:2016 berperan sebagai
pedoman tindakan preventif terhadap berbagai bentuk penyuapan di sebuah
organisasi; (f) kredibilitas organisasi semakin meningkat
|
1.
PDCA yaitu Plan, Do,
Check, dan Act
2.
Dilakukan persiapan yang
meliputi training dan gap analysis, pengembangan sistem yang meliputi
pengembangan kebijakan dan pengembangan dokumentasi, implementasi yang
meliputi sosialisasi dan implementasi sistem, review sistem yang meliputi
audit internal, tinjauan manajemen, dan persiapan sertifikasi, serta
Sertifikasi yang meliputi pemilihan lembaga sertifikasi, pelaksanaan audit,
perbaikan hasil audit, dan keputusan sertifikasi
3.
Persiapan -Training Awareness
terhadap standar -Gap Analysis; Pengembangan Sistem - Pengembangan kebijakan
dan dokumentasi; Implementasi - Sosialisasi Penerapan - Implementasi sistem; Review
Sistem -Audit Internal -Tinjauan Manajemen -Persiapan sertifikasi; Sertifikasi
- Pemilihan lembaga sertifikasi - Pelaksanaan audit sertifikasi - Perbaikan
hasil audit - Keputusan sertifikasi - Surveilan di tahun berikutnya
|
Terhadap sistem yang telah
terbangun dan mendapatkan akreditasi maka akan dilakuykan surveillance pada
setiap 1 tahun dan jika ditemukan pelanggaran maka sertifikat SNI ISO 37001 :
2016 bisa dicabut
|
Ada enam prinsip yang terkandung
dari SNI ISO 37001:2016, yaitu: prosedur yang proporsional, komitmen
pimpinan, manajemen risiko, due diligence, komunikasi yang efektif, serta
monitoring dan evaluasi.
Pertama, prosedur yang
proporsional; dimaksudkan bahwa
kebijakan dan prosedur yang ada harus proporsional dengan risiko penyuapan
yang dihadapi. Dalam hal ini disesuaikan dengan budaya dan lingkup
penerapannya agar tercapai tujuan organisasi mencegah penyuapan
Kedua, komitmen pimpinan; dimak sudkan bahwa kepemimpinan yang
efektif pada pencegahan penyuapan disesuaikan dengan ukuran organisasi,
struktur manajemen dan keadaan saat itu. Pimpinan dapat menjaga kebijakan
agar dilaksanakan, dikomunikasikan kepada vendor, dan menjamin hasil analisis
risiko
Prinsip ketiga, manajemen risiko. Dalam hal ini,
berdasarkan stakeholder yang terkait dan isu internal maka organisasi
menganalisis risiko dan didokumentasikan. Secara umum risiko eksternal
dikatagorikan menjadi risiko negara, risiko sektor, risiko transaksi, risiko
dari peluang bisnis dan risiko rekanan. Kompleksitas metode yang diambil
mencerminkan maturitas organisasi
prinsip keempat adalah due
diligence atau uji kepatutan. Prinsip ini menganalisis kegiatan yang dlakukan
terhadap proses/personil/ unit yang memiliki nilai risiko di atas rendah
untuk memastikan tidak terjadi baik. Uji kepatutan terhadap mitra usaha perlu
mengkaji kebenaran lokasi, kepatuhannya terhadap aturan hukum, dan kebijakan
anti korupsi yang dimiliki
Kelima, komunikasi yang efektif.
Dalam hal ini setiap persyaratan standar harus dapat dikomunikasikan sesuai
peruntukannya. Hal yang wajib dikomunikasikan adalah kebijakan anti suap dan
dokumentasi kepada internal dan eksternal. Juga dilakukan training dan
sosialisasi kepada personil organisasi untuk memudahkan komunikasi
Keenam, melakukan monitoring dan
eveluasi. Monitoring dilakukan melalui tim kepatuhan yang kemudian
melaporkannya kepada pimpinan puncak. Hasil dari monitoring dan evaluasi
dapat berupa perubahan risiko, prosedur maupun kebijakan yang menunjukkan
efektivitas penerapan SMAP
|
ZONA INTEGRITAS
MENUJU WILAYAH BEBAS
KORUPSI (WBK) DAN WILAYAH BIROKRASI BERSIH DAN MELAYANI (WBBM)
|
Peradilan Agama:
(BUKU
SAKU: PEDOMAN PELAKSANAAN PEMBANGUNAN ZONA INTEGRITAS (ZI)
MENUJU WILAYAH BEBAS DARI
KORUPSI (WBK) DAN WILAYAH
BIROKRASI BERSIH DAN
MELAYANI (WBBM) DI LINGKUNGAN
PERADILAN AGAMA,
DIREKTORAT JENDERAL BADAN
PERADILAN AGAMA
MAHKAMAH AGUNG RI):
1.
Undang-Undang Nomor 28 Tahun1999 tentang
Penyelenggara
Negara yang Bersih dan Bebas dari
Korupsi,
Kolusi dan Nepotisme;
2.
Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang
Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi;
3.
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang
Komisi
Tindak Pidana Korupsi;
4.
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang
Keterbukaan
Informasi Publik;
5.
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang
Pelayanan
Publik;
6.
Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008
tentang
Sistem Pengendalian Internal Pemerintah;
7.
Peraturan Presiden 81 Tahun 2010 tentang Grand
Design
Reformasi Birokrasi 2010 – 2025;
8.
Peraturan Presiden 55 Tahun 2012 tentang
Strategi
Nasional Pencegahan dan
Pemberantasan
Korupsi Inpres 2 Tahun 2014
Tentang
Aksi Pencegahan dan Pemberantasan
Korupsi;
9.
Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018
tentang
Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah;
10.
Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur
Negara
dan Reformasi Birokrasi Nomor 14
Tahun
2014 tentang Pedoman Evaluasi
Pelaksanaan
Reformasi Birokrasi;
11.
Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur
Negara
dan Reformasi Birokrasi Nomor 52 Tahun
2014
tentang pedoman Pembangunan Zona
lntegritas
Menuju Wilayah Bebas dari Korupsi dan
Wilayah
Birokrasi Bersih dan Melayani di
Lingkungan
Instansi Pemerintah;
12.
Surat Keputusan Ketua Mahkamah Agung No.1-
144/KMA/
SK/I/2011 tanggal 5 Januari 2011
tentang
Pedoman Pelayanan Informasi di
Pengadilan;
13.
Surat Keputusan Ketua Mahkamah No.
026/KMA/SK/II/2012
tanggal 9 Februari 2012
tentang
Standar Pelayanan Publik – Pembaruan
Peradilan.
14.
Surat Ketua Mahkamah Agung
No.194A/KMA/SK/XI/2014
tanggal 25 November
2014
tentang Pembentukan Tim Pembangunan
Zona
Integritas MA RI.
Peradilan Umum:
(Pedoman
Pelaksanaan Pembangunan Zona Integritas Menuju Wilayah Bebas Korupsi (WBK)
dan Wilayah Birokrasi Bersih dan Melayanai (WBBM) Pada Pengadilan di
Lingkungan Peradilan Umum.)
1.
Undang-Undang Nomor 28 Tahun1999 tentang Penyelenggara Negara
yang
Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme;
2.
Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan
Tindak
Pidana Korupsi;
3.
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Tindak
Pidana
Korupsi;
4.
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan
Informasi
Publik;
5.
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik;
6.
Undang-Undang Nomor 49 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua
atas
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1986 tentan Peradilan Umum;
7.
Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 tentang Sistem
Pengendalian
Internal Pemerintah;
8.
Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan
Barang/Jasa
Pemerintah;
9.
Peraturan Presiden 81 Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi
Birokrasi
2010 – 2025;
10.
Peraturan Presiden 55 Tahun 2012 tentang Strategi Nasional
Pencegahan
dan Pemberantasan Korupsi Inpres 2 Tahun 2014
Tentang
Aksi Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi;
11.
Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi
Birokrasi
Nomor 14 Tahun 2014 tentang Pedoman Evaluasi
Pelaksanaan
Reformasi Birokrasi;
12.
Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi
Birokrasi
Nomor 52 Tahun 2014 tentang pedoman Pembangunan
Zona
lntegritas Menuju Wilayah Bebas dari Korupsi dan Wilayah
Birokrasi
Bersih dan Melayani di Lingkungan Instansi Pemerintah;
13.
Surat Keputusan Ketua Mahkamah Agung
No.194A/KMA/SK/XI/2014
tanggal 25 November 2014
|
Peradilan Agama:
Zona
Integritas (ZI) adalah predikat yang diberikan
kepada
instansi pemerintah pimpinan dan
jajarannya
yang mempunyai komitmen untuk
mewujudkan
WBK/WBBM melalui
reformasi
birokrasi, khususnya dalam hal
pencegahan
korupsi dan peningkatan kualitas
pelayanan
publik.
Wilayah
Bebas dari Korupsi (WBK) adalah predikat
yang
diberikan kepada suatu unit kerja yang
memenuhi
sebagian besar manajemen perubahan,
penataan
tatalaksana, penataan sistem manajemen
SDM,
penguatan pengawasan, dan penguatan akun
-tabilitas
kinerja.
Wilayah Birokrasi Bersih
dan Melayani (WBBM)
adalah
predikat yang diberikan kepada suatu unit
kerja
yang memenuhi sebagian besar manajemen
perubahan,
penataan tata laksana penataan
sistem
manajemen SDM, penguatan pengawasan,
dan
penguatan akuntabilitas kinerja, serta
penguatan
kualitas pelayanan publik.
Peradilan Umum:
1.
Zona Integritas (ZI) adalah predikat yang diberikan kepada instansi
pemerintah
yang pimpinan dan jajarannya mempunyai komitmen
untuk
mewujudkan WBK/WBBM melalui reformasi birokrasi,
khususnya
dalam hal pencegahan korupsi dan peningkatan kualitas
pelayanan
publik.
2.
Menuju Wilayah Bebas dari Korupsi (Menuju WBK) adalah predikat
yang
diberikan kepada suatu unit kerja yang memenuhi sebagian
besar
manajemen perubahan, penataan tatalaksana, penataan sistem
manajemen
SDM, penguatan pengawasan, dan penguatan
akuntabilitas
kinerja.
3.
Menuju Wilayah Birokrasi Bersih dan Melayani (Menuju WBBM) adalah
predikat
yang diberikan kepada suatu unit kerja yang memenuhi
sebagian
besar manajemen perubahan, penataan tata laksana
penataan
sistem manajemen SDM, penguatan pengawasan, dan
penguatan
akuntabilitas kinerja, dan penguatan kualitas pelayanan
publik.
|
Peradilan Agama:
a.
Kualitas penyelenggaraan pemerintahan yang
baik,
bersih, dan bebas KKN.
b.
Pelayanan publik yang semakin maju dan
mampu
bersaing secara global.
c.
Kapasitas dan akuntabilitas kinerja birokrasi
makin
baik.
d. SDM
aparatur semakin profesional.
e.
Pola pikir dan budaya kerja yang mencerminkan
integritas
yang makin tinggi.
Peradailan Umum:
Outcome
dari pembangunan Zona Integritas adalah terbentuknya
WBK/WBBM
di satuan kerja. Pembangunan WBK dan WBBM secara
bertahap
diharapkan akan memberikan kontribusi yang dapat
meningkatkan
nilai Indeks Persepsi Korupsi (IPK) pada pengadilan
khususnya
dan Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia pada umumnya
|
Peradilan Agama:
Unit Kerja adalah unit/satuan kerja di lingkungan
Peradilan Agama, serendah rendahnya eselon III
yang menyelengarakan fungsi pelayanan.
Peradilan Umum:
Unit
Kerja adalah Unit/satuan Kerja di instansi Pemerintah, serendah
rendahnya
eselon III yang menyelengarakan fungsi pelayanan.
Evaluasi
pada pengadilanpengadilan di lingkungan Peradilan Umum dilaksanakan oleh
Pengadilan
Tinggi,
dalam hal ini dilakukan oleh Tim Penilai WBK/WBBM Pengadilan
Tinggi
melalui penelaahan laporan-laporan yang diterima, pengolahan
informasi
yang diperoleh langsung di lapangan dan forum diskusi tim ZI
Pengadilan
Tinggi.
|
Peradilan Agama:
Proses pembangunan Zona
Integritas merupakan
tindaklanjut Pencanangan
Pembangunan Zona
Integritas yang difokuskan pada
penerapan program
Manajemen Perubahan, Penataan
Tatalaksana,
Penataan Manajemen SDM,
Penguatan Pengawasan,
Penguatan Akuntabilitas Kinerja,
dan Peningkatan
Kualitas Pelayanan Publik yang
bersifat konkrit.
Setelah
Pencanangan Pembangunan Zona Integritas,
Mahkamah
Syar’iyah Aceh/Pengadilan Tinggi Agama
dapat
mengusulkan Mahakamah Syar’iyah/Pengadilan Agama di wilayah hukumnya maupun
Mahkamah
Syar’iyah
Aceh/Pengadilan Tinggi Agama tersebut yang
telah
memenuhi syarat:
1.Mendapatkan
Nilai Akuntabilitas Kinerja Instansi
Pemerintah
(AKIP) minimal “CC”;
2.Memiliki
peran dan penyelenggaraan fungsi
pelayanan
strategis;
3.Dianggap
telah melaksanakan program-program
Reformasi
Birokrasi secara baik (Sudah membuat
rencana
kegiatan tiap area RB, setiap temuan
eksternal/internal
sudah ditindaklanjuti, sudah
melakukan
monitoring dan evaluasi terhadap
pelaksanaan
rencana kegiatan dibuktikan dengan
data
dukung, sudah mendokumentasikan seluruh
data
dukung area RB secara tertib dalam box per
area).
Setelah
syarat di atas terpenuhi, maka TPPI
melakukan
penilaian mandiri terhadap satuan kerja
di
bawahnya dengan menggunakan Lembar Kerja
Evaluasi/LKE
(contoh dokumen terlampir), penilaian
mandiri
awal bagi Mahkamah Syar’iyah/Pengadilan
Agama
dilakukan oleh TPPI Mahkamah Syar’iyah
Aceh/Pengadilan
Tinggi Agama sedangkan penilaian
mandiri
awal Mahkamah Syar’iyah Aceh/ Pengadilan
Tinggi
Agama dilakukan oleh TPPI Ditjen Badilag.
Satuan
kerja yang telah mendapatkan nilai
penilaian
mandiri yang dilakukan oleh TPPI dengan
nilai
akumulatif dari komponen pengungkit dan
indikator
hasil minimal 82, selanjutnya akan diusulkan
oleh
Ditjen Badilag kepada TPI Mahkamah Agung untuk
dilakukan
penilaian mandiri.
TPI
melakukan penilaian mandiri kepada satuan
kerja
yang diusulkan, selanjutnya melaporkan kepada
pimpinan
instansi mengenai satuan kerja yang lolos
penilaian
mandiri dan diusulkan agar ditetapkan
sebagai
satuan kerja berpredikat WBK/WBBM ke
Kementerian
Pendayagunaan Aparatur Negara dan RB.
Terdapat
dua komponen yang harus dibangun oleh
satuan
kerja terpilih yaitu:
I.
Komponen Pengungkit (60%)
II.
Komponen Hasil (40%)
Peradilan Umum:
Proses
pembangunan Zona Integritas merupakan tindaklanjut
Pencanangan
Pembangunan Zona Integritas yang difokuskan pada
penerapan
program Manajemen Perubahan, Penataan Tatalaksana,
Penataan
Manajemen SDM, Penguatan Pengawasan, Penguatan
Akuntabilitas
Kinerja, dan Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik
yang
bersifat konkrit.
Setelah
Pencanangan Pembangunan Zona Integritas, Pengadilan
Tinggi
dapat mengusulkan Pengadilan-pengadilan Negeri di wilayah
hukumnya
maupun Pengadilan Tinggi tersebut yang telah memenuhi
syarat
:
1.
Mendapatkan Nilai Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemeirntah (AKIP)
minimal
“CC”;
2.
Memiliki peran dan penyelenggaraan fungsi pelayanan strategis;
3.
Dianggap telah melaksanakan program-program Reformasi Birokrasi
secara
baik (Sudah membuat rencana kegiatan tiap area RB, setiap
temuan
eksternal/internal sudah ditindaklanjuti, sudah melakukan
monitoring
dan evaluasi terhadap pelaksanaan rencana kegiatan
dibuktikan
dengan data dukung, sudah mendokumentasikan seluruh
data
dukung area RB secara tertib dalam box per area).
Setelah
syarat di atas terpenuhi maka TPPI melakukan penilaian
mandiri
terhadap satuan kerja di bawahnya dengan menggunakan
Lembar
Kerja Evaluasi/LKE (contoh dokumen terlampir), penilaian
mandiri
awal bagi pengadilan negeri dilakukan oleh TPPI Pengadilan
Tinggi
sedangkan penilaian mandiri awal Pengadilan Tinggi dilakukan
oleh
TPPI Ditjen Badilum.
Satuan
unit kerja yang telah mendapatkan nilai penilaian mandiri
yang
dilakukan oleh TPPI dengan nilai akumulatif dari komponen
pengungkit
dan indikator hasil minimal 82, selanjutnya akan diusulkan
oleh
Ditjen Badilum kepada TPI Mahkamah Agung untuk dilakukan
penilaian
mandiri.
TPI
melakukan penilaian mandiri kepada unit satuan kerja yang
diusulkan,
selanjutnya melaporkan kepada pimpinan instansi mengenai
unit
satuan kerja yang lolos penilaian mandiri dan diusulkan agar
ditetapkan
sebagai satuan kerja (Pengadilan Negeri/Tinggi) berpredikat
WBK/WBBM
ke Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negera dan RB.
Terdapat
dua komponen yang harus dibangun oleh unit kerja terpilih
yaitu
:
1)
Komponen Pengungkit (60%)
2)
Komponen Hasil (40%).
|
Peradilan Agama:
Pelaksanaan
pembangunan Zona Integritas dan
kinerja
WBK/WBBM yang telah ditetapkan perlu
dilakukan
evaluasi setiap bulan untuk mengetahui
tingkat
efektivitas pedoman ini. Evaluasi pada
pengadilan-
pengadilan di lingkungan Peradilan Agama
dilaksanakan
oleh Mahkamah Syar’iyah
Aceh/Pengadilan
Tinggi Agama, dalam hal ini
dilakukan
oleh Tim Penilai WBK/WBBM Mahkamah
Syar’iyah
Aceh/Pengadilan Tinggi Agama melalui
penelaahan
laporan-laporan yang diterima, pengolahan
informasi
yang diperoleh langsung di lapangan dan
forum
diskusi tim ZI Mahkamah Syar’iyah
Aceh/Pengadilan
Tinggi Agama.
Peradilan Umum:
Pelaksanaan
pembangunan Zona Integritas dan kinerja WBK/WBBM
yang
telah ditetapkan perlu dilakukan evaluasi setiap bulan
|
Peradilan Agama:
Pelaporan
atas hasil evaluasi tersebut dilakukan oleh
Mahkamah
Syar’iyah Aceh/Pengadilan Tinggi Agama
kepada
Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama
setiap
bulan, sehingga perkembangan pelaksanaan
pembangunan
Zona Integritas menuju terwujudnya
WBK/WBBM
secara berkala dapat dimonitor.
Setiap
satuan kerja diwajibkan melakukan penilaian
mandiri
Zona Integritas dengan berpedoman kepada
Lembar
Kerja Evaluasi (LKE), sebelum dinilai oleh Tim
Penilai
Internal (TPI) dan Tim Penilaian Ekstenal (TPE).
Formulir
LKE dapat diunduh dari file yang menjadi
satu
kesatuan dengan dokumen ini sesuai dengan
Permenpan
No. 52 Tahun 2014 tentang Pedoman
Pembangunan
Zona Integritas Menuju Wilayah Bebas
dari
Korupsi dan Wilayah Birokrasi Bersih dan Melayani
di
Lingkungan Instansi Pemerintah.
Peradilan Umum:
Proses
Pembangunan ZI Menuju WBK/WBBM harus
disosialisasikan
kepada seluruh personil maupun
masyarakat
agar tujuan utama meraih WBK/WBBM dapat
tercapai,
Pelaporan
atas hasil evaluasi tersebut dilakukan oleh Pengadilan Tinggi
kepada
Direktorat Jenderal Badan Peradilan Umum setiap bulan,
sehingga
perkembangan pelaksanaan pembangunan Zona Integritas
menuju
terwujudnya WBK/WBBM secara berkala dapat dimonitor.
Setiap
satuan kerja diwajibkan melakukan penilaian mandiri Zona
Integritas
dengan berpedoman kepada Lembar Kerja Evaluasi (LKE),
sebelum
nantinya akan dinilai oleh Tim Penilai Internal (TPI) dan Tim
Penilaian
Ekstenal (TPE).
|
Peradilan Agama:
1. Pencanangan Pembangunan Zona Integritas adalah
deklarasi/ pernyataan dari
pimpinan Mahkamah
Syar’iyah Aceh/Pengadilan Tinggi
Agama dan
Mahkamah Syar’iyah/Pengadilan
Agama bahwa
instansinya telah siap membangun
Zona Integritas.
2. Pencanangan Pembangunan Zona
Integritas
dilakukan oleh ketua pengadilan
berserta seluruh
jajarannya yang telah
menandatangani dokumen
pakta integritas .
3. Penandatanganan dokumen pakta
integritas dapat
dilakukan secara massal/serentak
pada saat
pelantikan, sebagai CPNS, PNS,
pelantikan dalam
rangka mutasi kepegawaian
horizontal dan vertikal.
Bagi satuan kerja yang belum
seluruh pegawainya
menandatangani Dokumen pakta
integritas, dapat
melanjutkan/melengkapi setelah
pencanangan
pembangunan Zona Integritas;
4. Melaksanakan pencanangan Zona
Integritas yang
disaksikan oleh instansi,
kementerian/lembaga,
Forum Komunikasi Pimpinan
Daerah, tokoh
masyarakat, tokoh agama serta
dipublikasikan
secara luas melalui media massa
(televisi, radio,
koran), website, banner dan atau
spanduk dengan
maksud agar semua pihak termasuk
masyarakat
dapat memantau, mengawal,
mengawasi dan
berperan serta dalam program
kegiatan reformasi
birokrasi, khususnya di bidang
pencegahan korupsi
dan peningkatan kualitas
pelayanan publik.
5.
Semua yang dilakukan harus dilengkapi dengan
data
dukung antara lain: Foto/dokumentasi,
screenshoot
website, screenshoot media sosial,
rekaman
berita televisi, serta kliping koran dan
dilampirkan di dalam
Laporan Kerja Evaluasi (LKE).
Peradilan Umum:
1.
Pencanangan Pembangunan Zona Integritas adalah
deklarasi/pernyataan
dari pimpinan suatu satuan kerja bahwa
instansinya
telah siap membangun Zona Integritas.
2.
Pencanangan Pembangunan Zona Integritas dilakukan oleh ketua
pengadilan
berserta seluruh/sebagian jajarannya yang telah
menandatangani
Dokumen Pakta Integritas.
Penandatanganan
dokumen Pakta Integritas dapat dilakukan secara
masal/serentak
pada saat pelantikan, baik sebagai CPNS, PNS,
pelantikan
dalam rangka mutasi kepegawaian horizontal dan vertikal.
Bagi
satuan kerja yang belum seluruh pegawainya menandatangani
Dokumen
Pakta Integritas, dapat melanjutkan/melengkapi setelah
pencanangan
pembangunan Zona Integritas;
3.
Melaksanakan pencanangan Zona Integritas yang disaksikan oleh
Instansi,
Kementerian/lembaga, Forum Komunikasi Pimpinan
Daerah,
Tokoh Masyarakat, Tokoh Agama serta dipublikasikan secara
luas
melalui media massa (Televisi, Radio, Koran), website, banner
dan
atau spanduk dengan maksud agar semua pihak termasuk
masyarakat
dapat memantau, mengawal, mengawasi dan berperan
serta
dalam program kegiatan reformasi birokasi khususnya dibidang
pencegahan
korupsi dan peningkatan kualitas pelayanan publik.
4.
Semua yang dilakukan harus dilengkapi dengan data dukung antara
lain:
Foto/dokumentasi, screenshoot Website, screenshoot media
sosial,
rekaman berita televisi, serta kliping koran dan dilampirkan di
dalam
Laporan Kerja Evaluasi (LKE).
|
AKREDITASI PENJAMINAN MUTU
|
Peradilan Agama:
(Pedoman
Praktis Akreditasi Penjaminan Mutu
Badan
Peradilan Agama-2018)
1.
Keputusan Direktur Jenderal Badan Peradilan Agama Nomor
2077.a/DJA/OT.01.3/SK/10/2018,
tanggal 4 Oktober 2018 Tentang Tim
Penyusunan
Pedoman Akreditasi Penjaminan Mutu Badan Peradilan
Agama.
2.
Keputusan Direktur Jenderal Badan Peradilan Agama Nomor
2081.b/DJA/OT.01.3/SK/10/2018,
tanggal 6 Oktober 2018 Tentang
Pemberlakuan
Pedoman Akreditasi Penjaminan Mutu Badan Peradilan
Agama.
Peradilan Umum:
(Pedoman
Praktis Pemeliharaan Akreditaswi Penjaminan Mutu Badan Peradilan Umum,
Direktorat Jenderal Badan Peradilan Umum, Tahun 2018)
1.
Keputusan Direktur Jenderal Badan Peradilan Umum Nomor:
1385a/DJU/SK/OT.01.3/09/2016
Tentang Perubahan Tim
Akreditasi
Penjaminan Mutu Badan Peradilan Umum.
2.
Keputusan Direktur Jenderal Badan Peradilan Umum Nomor:
2235/DJU/SK/OT.01.3/12/2017
Tentang Pembentukan Tim
Penyusunan
Buku Pedoman Praktis Akreditasi Penjaminan
Mutu
Badan Peradilan Umum.
|
Peradilan Agama:
PTA/MS
Aceh selain harus melaksanakan akreditasi, juga merupakan
garda
terdepan dari Ditjen Badilag dalam melakukan asistensi Akreditasi pada
PA/MS
di wilayah hukumnya.
Peradilan Umum:
Pengadilan
Tinggi selain harus melaksanakan Akreditasi,
Pengadilan
Tinggi juga merupakan garda terdepan dari Ditjen
Badilum
dalam melakukan pembinaan Akreditasi pada Pengadilan
Negeri
di wilayah hukumnya.
Pembinaan
dan Pengawasan Pimpinan Pengadilan Untuk
menjaga
terpeliharanya predikat akreditasi,
|
Peradilan Umum:
Asesmen
Surveilan pertama 6 (enam) bulan
setelah
menerima sertifikasi Akreditasi dan selanjutnya
setiap
12 (dua belas) bulan sekali
|
Peradilan Agama:
Pelaksanaan
pembinaan yang dilakukan oleh pimpinan pengadilan
harus
disertai data dukung dalam bentuk dokumen. Pembinaan dalam
bentuk
sosialisasi/pengarahan harus dibuktikan dengan dokumen
undangan,
daftar hadir, notula rapat, bahan presentasi dan juga foto
dokumentasi.
Peradilan Umum:
Pelaksanaan
pembinaan yang dilakukan oleh pimpinan
pengadilan
harus disertai data dukung dalam bentuk
dokumen.
Pembinaan dalam bentuk sosialisasi/ pengarahan
harus
dibuktikan dengan dokumen undangan, daftar hadir,
notula
rapat, bahan presentasi dan juga foto dokumentasi.
|
Peradilan Umum:
Prinsip
prinsip 5R:
a.
RINGKAS, adalah memisahkan sesuatu alat/barang yang
jarang
dipakai, sering dipakai dan menyingkirkan yang
tidak
diperlukan lagi.
b.
RAPI, adalah menyimpan sesuatu alat/ barang sesuai
tempat
yang telah ditentukan. Sesuatu alat/barang
dikelompokan
ditempat yang ditentukan (almari, rak)
kemudian
diberi label isi rak atau almari tersebut.
c.
RESIK, adalah membersihkan tempat/ lingkungan kerja,
peralatan
kerja dari debu dan kotoran. Resik dilaksanakan
oleh
semua level dari pimpinan (4 pilar) hingga tenaga
honorer.
d.
RAWAT, adalah mempertahankan hasil 3R diatas (Ringkas, Rapi,Resik) dengan
cara membakukan/ menetapkan
standar
(cara pengendalian, penetapan kondisi tidak
wajar,
mekanisme pemantauan, pola tindak lanjut, pemeriksaan berkala).
e.
RAJIN, adalah terciptanya kebiasaan pribadi tiap SDM untuk menjaga dan
meningkatkan apa yang sudah
dicapai.
(MELAKUKAN APAYANG HARUS DILAKUKAN,
DAN
TIDAK MELAKUKAN APA YANG TIDAK BOLEH
DILAKUKAN).
Kondisi yang dibutuhkan agar terciptanya
kondisi
Rajin adalah: penetapan target bersama, teladan/
contoh
pimpinan, harmonisasi hubungan antar SDM.
|
No comments:
Post a Comment