Monday, November 13, 2017

PERAN HAKIM SEBAGAI JURU BICARA PENGADILAN

Berdasarkan Pasal 1 ayat (3) Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2015: “Ketua Pengadilan menunjuk Hakim sebagai juru bicara pengadilan untuk memberikan penjelasan tentang hal-hal yang berhubungan dengan pengadilan.” Adapun tugas kehumasan ditangani oleh Panitera Muda Hukum, sebagaimana pada Pasal 55: “Panitera Muda Hukum mempunyai tugas melaksanakan pengumpulan, pengolahan dan penyajian data perkara, kehumasan, penataan arsip perkara serta pelaporan.”


Sedangkan arti dari juru bicara sebagaimana pada KBBI Daring (https://kbbi.kemdikbud.go.id) adalah orang yang kerjanya memberi keterangan resmi dan sebagainya kepada umum; pembicara yang mewakili suara kelompok atau lembaga; penyambung lidah.
Kekhususan hakim sebagai profesi yang tidak boleh memberi keterangan, pendapat, komentar, kritik atau pembenaran secara terbuka atas suatu putusan pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap dapat bersinggungan dengan tugasnya sebagai juru bicara, jika hakim tersebut ditunjuk oleh Ketua Pengadilan.

Padahal sebagaimana pada:
Keputusan Bersama Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia dan Ketua Yudisial Republik Indonesia Nomor 047/KMA/SKB/IV/2009, 02/SKB/P.KY/IV/2009 tanggal 8 April 2009 tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim, pada  point angka 3.2 ayat (6): “Hakim tidak boleh memberi keterangan, pendapat, komentar, kritik atau pembenaran secara terbuka atas suatu putusan pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap, kecuali dalam sebuah forum ilmiah yang hasilnya tidak dimaksudkan untuk dipublikasikan yang dapat mempengaruhi putusan Hakim dalam perkara lain.” dan Peraturan Bersama Mahkamah Agung Republik Indonesia dan Komisi Yudisial Republik Indonesia Nomor 02/PB/MA/IX/2012, 02/PB/P.KY/09/2012 tentang Panduan Penegakan Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim pada Pasal 7 ayat (3) huruf h: “Hakim tidak boleh memberi keterangan, pendapat, komentar, kritik atau pembenaran secara terbuka atas suatu putusan pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap, kecuali dalam sebuah forum ilmiah yang hasilnya tidak dimaksudkan untuk dipublikasikan yang dapat mempengaruhi putusan Hakim dalam perkara lain.”

Hal demikian dapat memberikan suatu dilema, seperti hal yang telah tulis di Hakim Tidak Boleh Menilai Putusan Pengadilan. Oleh sebab itu, hakim tidak mudah memberikan informasi yang terkait dengan putusan dalam kapasitas sebagai juru bicara pengadilan. Kehati-hatian hakim yang bertugas sebagai juru bicara di pengadilan  untuk memberikan penjelasan tentang hal-hal yang berhubungan dengan pengadilan, khususnya putusan, harus dibatasi dengan kode etik hakim.
Batasan antara “memberikan penjelasan tentang hal-hal yang berhubungan dengan pengadilan” dengan “Hakim tidak boleh memberi keterangan, pendapat, komentar, kritik atau pembenaran secara terbuka atas suatu putusan pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap” mempunyai batas yang tipis, sehingga sepatutnya hakim yang bertugas sebagai juru bicara tidak ikut tergiring dengan pertanyaan atau pernyataan seputar “putusan” pengadilan. Hakim harus bijak hanya memberikan penjelasan selain “putusan” pengadilan, selain itu diperbolehkan.


No comments:

Post a Comment