Hakim
adalah sosok pengadil yang menerima, memeriksa, memutus dan mengadili suatu
perkara yang dihadapkan kepadanya. Kadangkala hukum terutama undang-undang sebagai
alat untuk mengadili perkara tidak akan pernah lengkap. Sehingga letak Hakim
untuk menyesuaikan peraturan perundang-undangan dengan kenyataan dalam hal ini
perkara yang ada dalam masyarakat agar dapat mengambil Putusan yang adil sesuai
tujuan hukum.
Hal ini
sejalan dengan asas bahwa Hakim wajib menggali, mengikuti dan memahami nilai-nilai
hukum yang hidup di dalam masyarakat, dengan kata lain Hakim harus memiliki
kemampuan dan keaktifan untuk menemukan hukum (rechtvinding). Tetapi juga Hakim
harus mengadili berdasarkan undang-undang. Selain itu, Hakim untuk tidak
menolak mengadili perkara yang diajukan kepadanya dengan alasan tidak lengkap
atau tidak jelas undang-undang yang mengaturnya melainkan wajib mengadilinya.
Bagaimana sikap
Hakim yang mengahadapi keadaan perkara yang mana undang-undangnya tidak lengkap,
apakah diperlukan kreativitas dengan wujud Penemuan Hukum (rechtvinding)?
Penulis
merujuk kepada Hurlock (dalam Basuki, 2010) yang dikutip oleh Ahmad
Fauzan bahwa kreativitas adalah suatu proses yang menghasilkan sesuatu yang
baru, dalam bentuk suatu gagasan atau suatu objek dalam suatu bentuk atau
susunan yang baru.
Selain itu,
Farida
Nurhaeni mendefinisikan kreativitas adalah suatu proses mental individu yang
melahirkan gagasan, proses, metode maupun produk baru yang efektif yang bersifat
imajinatif, fleksibel, suksesi, dan diskontinuitas, yang berdaya guna dalam
berbagai bidang untuk pemecahan suatu masalah.
Adapun yang
dimaksud dengan Rechtvinding sebagaimana pada Artikel
Hukum adalah proses pembentukan hukum oleh hakim/aparat penegak hukum lainnya
dalam penerapan peraturan umum terhadap peristiwa hukum yang konkrit dan hasil
penemuan hukum menjadi dasar untuk mengambil keputusan.
Proses
penemuan hukum tersebut bukan menjadikan Hakim sebagai legislator, tetapi Hakim
hanya menggunakan metode penafsiran terhadap Undang-Undang, seperti penafsiran
menurut bahasa, penafsiran secara historis, penafsiran secara sistematis,
penafsiran secara teleologis/sosiologis, penafsiran secara authentik,
penafsiran secara eksetensif, penafsiran secara restriktif, penafsiran secara
analogi, penafsiran secara arguemntus a contrario.
Dari uraian
singkat di atas, Penulis menggambarkan bahwa titik singgung antara kreativitas
dengan penemuan hukum pada diri Hakim adalah proses mental dengan menggunakan
metode penafsiran terhadap Undang-Undang, yang tidak mencakup seluruh peristiwa
hukum yang timbul dalam masyarakat, yang menghasilkan gagasan dalam bentuk hukum yang baru untuk
mengadili suatu perkara. Sehingga dapat dikatakan bahwa Hakim mempunyai jiwa
kreativitas untuk mengadili perkara yang mana hukumnya tidak lengkap dengan wujud
Penemuan Hukum (rechtsvinding).
Referensi:
Ahmad
Fauzan,
Pengertian
Kecerdasan, Kreativitas, Serta Perbedaannya, https://www.kompasiana.com/fauzan02/550046afa33311d37251074f/pengertian-kecerdasan-kreativitas-serta-perbedaannya,
akses tanggal 20 Desember 2019.
Farida
Nurhaeni, Tesis: Pengaruh Kreativitas Berpikir, Motivasi Belajar dan Disiplin
Belajar Terhadap Prestasi Belajar Aqidah Akhlak Kelas XI Madrasah Aliyah Negeri
(MAN) Sukoharjo Tahun Pelajaran 2017/2018, Program Studi Manajemen Pendidikan
Islam Pascasarjana, Institut Agama Islam Negeri Surakarta Tahun 2018, http://eprints.iain-surakarta.ac.id/3201/1/FARIDA%20NURHAENI.pdf,
akses tanggal 20 Desember 2019.
Penemuan
Hukum Oleh Hakim (Rechtvinding), http://ditjenpp.kemenkumham.go.id/umum/849-penemuan-hukum-oleh-hakim-rechtvinding.html, akses tanggal 20 Desember 2019.
No comments:
Post a Comment