Sebagaimana pada Keputusan Ketua Mahkamah Agung
Rrepublik Indonesia Nomor 57/KMA/SK/IV/2016 tanggal 13 April 2016 tentang
Perubahan Atas Keputuan Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor
271/KMA/SK/X/2013 tentang Pedoman Penyusunan Kebijakan Mahkamah Agung Republik Indonesia,
bahwa kebijakan Mahkamah Agung RI terdiri dari Peraturan Mahkamah Agung, Surat Edaran Mahkamah Agung, dan Surat Keputusan.
Peraturan Mahkamah Agung adalah peraturan yang berisi
ketentuan bersifat hukum acara dan Ketua Mahkamah Agung sebagai pejabat yang berwenang
menetapkan dan menandatanganinya.
Sedangkan, Surat Edaran Mahkamah Agung adalah
bentuk edaran pimpinan Mahkamah Agung ke seluruh jajaran peradilan yang berisi
bimbingan dalam penyelenggaraan peradilan, yang lebih bersifat administrasi dan
juga memuat pemberitahuan tentang hal tertentu yang dianggap penting dan
mendesak. Ketua Mahkamah Agung yang menetapkan dan menandatangani surat edaran
dan dapat dilimpahkan kepada pejabat yang ditunjuk sesuai dengan substansi
surat edaran.
Adapun Surat Keputusan adalah naskah dinas yang
memuat kebijakan yang bersifat menetapkan, tidak bersifat mengatur, dan merupakan
pelaksanaan kegiatan, yang digunakan untuk: 1) menetapkan/mengubah status
kepegawaian/personal/keanggotaan/material/peristiwa; 2) Menetapkan/mengubah/membubarkan
suatu kepanitian/tim; dan/atau 3) Menetapkan pelimpahan kewenangan. Pejabat yang
berwenang menetapkan dan menandatangani Keputusan adalah pimpinan tertinggi
atau pejabat lain yang menerima pendelegasian wewenang.
Permasalahan timbul, bagaimana bentuk kebijakan
Mahkamah Agung RI yang bersifat mengatur?
Permasalahan tersebut dapat ditempuh dengan
mengeluarkan kebijakan Surat Keputusan yang menetapkan suatu Lampiran yang
isinya bersifat mengatur. Contoh redaksi: Menetapkan … sebagaimana diatur dalam
lampiran Surat Keputusan ini sebagai dasar bagi tiap-tiap ….. dan mengatur
lebih lanjut ….
Adapun pengertian Peraturan Mahkamah Agung
sebagaimana pada definisi di atas adalah sudah tepat, yaitu peraturan yang berisi
ketentuan bersifat hukum acara dan diundangkan dalam Berita Negara Republik
Indonesia.
Oleh karena jika diundangkan dalam Berita
Negara Republik Indonesia berakibat hukum kepada mengikat setiap orang, dengan adagium
setelah diundangkan dan menempatkannya
di Berita Negara mempunyai arti setiap orang dianggap sudah mengetahuinya.
Sedangkan, peraturan yang sifat mengatur ke
dalam lembaga/instansi cukup dengan surat keputusan, karena akibat hukum dari
pelanggaran surat keputusan hanyalah bersifat sanksi administratif yang
dikenakan kepada internal aparaturnya, berbeda dengan kebijakan yang diundangkan
dapat berdampak hukum pengenaan sanksi kepada selain aparatur internal tersebut.
No comments:
Post a Comment