Kelelahan (fatigue) adalah suatu kondisi yang memiliki tanda berkurangnya kapasitas yang dimiliki seseorang untuk bekerja dan mengurangi efisiensi prestasi, dan biasanya hal ini disertai dengan perasaan letih dan lemah (https://id.m.wikipedia.org/wiki/Kelelahan)
Sedangkan Penegakan hukum adalah proses pemungsian norma-norma hukum secara nyata sebagai pedoman perilaku atau hubungan–hubungan hukum dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. (https://sasmitasmansa.wordpress.com/2011/12/07/pengertian-penegakan-hukum/)
Adapun kelelahan dihubungkan dengan penegakan hukum bisa berarti kurangnya kapasitas pemungsian norma hukum di lingkungan kehidupan masyarakat.
Sebagai contoh pelanggaran lampu lalu lintas oleh pengendara sepeda motor yang dibiarkan oleh polisi lalu lintas dikarenakan jumlah pelanggar lebih banyak dari aparatur polisi, sehingga berkurangnya pemungsian norma hukum lalulintas menjadi lemah.
Kendala demikian dapat teratasi dengan penggunaan teknologi. Hal tersebut sudah ditunjukkan Mahkamah Agung dalam Laporan Tahunan (https://m.detik.com/news/berita/d-4445974/ketua-ma-kinerja-ma-lampaui-semua-target?_ga=2.136732978.322689179.1551257041-2138018779.1551257041)
Yaitu implementasi e-court. Bahwa penegakan hukum bisa disinergikan dengan pemanfaatan teknologi.
Tetapi ranah penegakan hukum tidak terlepas dari kedewasaan hukum warga negaranya dan sikap keberpihakan politik hukum pemimpin negara.
Thursday, February 28, 2019
Friday, February 22, 2019
BENTURAN KEPENTINGAN
DASAR HUKUM. Sebagaimana pada Peraturan Menteri
Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Republik Indonesia Nomor
52 tahun 2014 tentang Pedoman Pembangunan Zona Integritas Menuju Wilayah Bebas
dari korupsi dan Wilayah Birokrasi Bersih dan Melayani di Lingkungan Instansi
Pemerintah, yaitu Pencanangan Pembangunan Zona Integritas adalah deklarasi/pernyataan
dari pimpinan suatu instansi pemerintah bahwa instansinya telah siap membangun
Zona Integritas, serta Pencanangan Pembangunan Zona Integritas dilakukan oleh
instansi pemerintah yang pimpinan dan seluruh atau sebagian besar pegawainya
telah menandatangani Dokumen Pakta Integritas. Penandatanganan dokumen Pakta
Integritas dapat dilakukan secara massal/serentak pada saat pelantikan, baik
sebagai CPNS, PNS, maupun pelantikan dalam rangka mutasi kepegawaian horizontal
atau vertikal. Bagi instansi pemerintah yang belum seluruh pegawainya
menandatangani Dokumen Pakta Integritas, dapat melanjutkan/melengkapi setelah
pencanangan pembangunan Zona Integritas.
PERMASALAHAN. Apakah ada format Surat/Akta Pernyataan
Bebas Benturan Kepentingan dalam rangka Zona Integritas?
PEMBAHASAN. Sebagaimana pada Surat Edaran Ketua Mahkamah
Agung Republik Indonesia Nomor 05 Tahun 2011 tentang Penandatangan Pakta
Integritas Bagi Ketua Pengadilan, bahwa Pakta Integritas adalah suatu
pernyataan yang berisi ikrar untuk mencegah dan tidak melakukan Kolusi, Korupsi
dan Nepotisme, selain itu sebagaimana pada Keputusan Sekretaris Mahkamah Agung
RI Nomor 59A/Sek/SK/11/2014 tentang Pedoman Penanganan Benturan Kepentingan di
Lingkungan Mahkamah Agung dan Badan Peradilan di Bawahnya terdapat suatu kaidah
bahwa penanganan benturan kepentingan adalah dengan melaporkan atau memberikan
keterangan adanya dugaan benturan kepentingan dalam menetapkan keputusan
dan/atau tindakan. Sehingga hal yang terkait dengan surat/akta pernyataan bebas
benturan kepentingan tidak diatur tersendiri secara khusus tetapi sudah
termasuk dalam bagian dari Pakta Integritas.
Sumber:
Wednesday, February 20, 2019
Hakim Milenial dalam Revolusi Industri 4.0
Generasi milenial adalah kaum muda yang lahir pada era
1980 sampai dengan 2000. Generasi ini memiliki karakter berbeda dengan generasi
sebelumnya, karena mereka tidak terlepas dari teknologi digital, seperti
penggunaan media sosial Facebook atau pun Whatsapp.
Dalam era digitalisasi yang dihadapi oleh generasi
milenial berdampak pada semua peristiwa menjadikan ruang dan waktu terkompresi serta
Revolusi Industri 4.0 dapat mengubah cara generasi milenial mendefinisikan ulang
siapa kita dan dunia kita berada yang eksistensinya tidak terlepas dari gawai.
Selain itu, generasi milenial eksistensinya diukur dalam
tindakan menggunakan alat-alat gawai, yaitu aku bergawai maka aku ada, dan
banjirnya informasi yang diperoleh oleh penggunanya. Hal demikian dapat
berakibat kepada kedangkalan, ketidakkritisan dan kesesatan berpikir dalam arus
derasnya banjir informasi.
Bagaimana dengan hakim milenial dalam Revolusi Industri
4.0?
Hakim yang termasuk dalam generasi milenial adalah wajah
peradilan Indonesia masa depan (2035). Pimpinan peradilan masa kini
berkewajiban untuk membawa dan mengantarkan hakim milenial pada proses budaya
hukum berkeadaban. Hakim milenial yang berkepribadian kritis, berintegritas,
dan bertanggungjawab dalam proses hukum kekinian adalah tidak terlepas dari
kegunaan filsafat, yang mana hakim tidak bisa memisahkan diri dari
kefilsafatan. Adapun, filsafat adalah lahir dari kebutuhan untuk mencari kedalaman
dan kejernihan dari fenomena kehidupan (peristiwa hukum).
Loyalitas hakim milenial terhadap tujuan dari hukum
adalah untuk selalu terusik dengan situasi riil di mana peristiwa hukum terjadi
di lingkungan mereka berada, sedangkan kehadiran dunia digitalisasi mempengaruhi
cara kita hidup, cara kita bekerja dan bertindak serta cara kita berinteraksi
dengan sesama manusia dan dunia sekitarnya yang dapat menjadikan peristiwa hukum
yang berdimensi berbeda dari masa sebelumnya.
Hakim tidak terlepas dari budaya kearifan dan kebijaksanaan
berpikir, dan dengan filsafat dapat
menuntun hakim untuk mengerti, memahami, menilai, dan mengambil keputusan yang
arif dan bijak dengan melalui penghargaan atau kritik terhadap peristiwa hukum
dan fakta hukum yang ada di hadapannya. Adapun, terhadap hakim milenial dalam Revolusi
Industri 4.0 wajib berfilsafat untuk membentuk dirinya sebagai hakim Indonesia yang
berintegritas dalam oleh pikir, oleh rasa, dan olah aksi. Sehingga hakim
Indonesia tidak mudah terkontaminasi oleh virus kedangkalan dan kesesatan
berpikir.
Subscribe to:
Posts (Atom)