Dari sisi
Eksekutif, terkait dengan hak keuangan dan fasilitas sebagai Pejabat Negara, Pemerintah
Pusat telah menuangkan beberapa peraturan tertulis terkait, yaitu:
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR
74 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 94 TAHUN 2012 TENTANG
HAK KEUANGAN DAN FASILITAS HAKIM YANG BERADA DI BAWAH MAHKAMAH AGUNG (Ditetapkan
di Jakarta pada tanggal 30 Desember 2016, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, JOKO WIDODO)
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK
INDONESIA NOMOR 94 TAHUN 2012 TENTANG HAK KEUANGAN DAN FASILITAS HAKIM YANG
BERADA DI BAWAH MAHKAMAH AGUNG
(Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 29 Oktober 2012, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, DR. H.
SUSILO BAMBANG YUDHOYONO)
Selain itu,
dari sisi luar eksekutif, perjuangan beberapa hakim Indonesia untuk mendapatkan
hak-haknya secara konstitusi telah ditempuh beberapa cara seperti uji materiil,
antara lain:
Putusan Mahkamah
Agung RI Nomor 28 P/HUM/2015 putus tangal 29 Desember 2015, dengan Pemohon DJUYAMANTO, S.H., dan
LANKA ASMAR, S.HI., M.H., yang mana bunyi putusannya adalah menolak permohonan
keberatan hak uji materiil dari para Pemohon. Surat permohonan tertanggal 21
April 2015 yang diterima di Kepaniteraan Mahkamah Agung pada tanggal 29 April
2015.
Ada juga,
Putusan Mahkamah Agung RI Nomor 23 P/HUM/2018 tanggal putusan 10 Desember 2018,
dengan para Pemohon: SUNOTO, S.H., M.Kn.; DJUYAMTO, S.H.; ANDI MUHAMMAD YUSUF
BAKRI, S.H.I., M.H.; ACMAD CLOLIL, S.Ag. S.H., LL.M.; LILI EVELIN, S.H., M.H.;
IRWAN ROSADY, S.H.; MASALAN BAINON, S.Ag.M.H.; CUNDA SUBHAN, A., S.H.; LANKA
ASMAR, S.H.I., M.H.; DARUL FADLI, S.H.I., M.A.; MUH. DJAUHAR SETYADI, S.H.,
M.H.; SUPANDRIYO, S.H., M.H.; ABDUL HALIM, S.H.I., M.H.; WAHYU SUDRAJAT, S.H.,
M.H.Li.; WAHYUNI PRASETYANINNGSIH, S.H.; DWI SURYANTA, S.H., M.H.; dan ILMAN
HASJIM, S.H.I., M.H., dengan bunyi amar putusan adalah mengabulkan permohonan
para Pemohon untuk sebagian dan menolak permohonan para Pemohon untuk selain
dan selebihnya. Surat permohonan tertanggal 17 April 2018 yang diterima di
Kepanitearan Mahkamah Agung tanggal 17 April 2018.
Langkah-langkah
uji materiil tersebut pada pokoknya terkait dengan objek permohonan yang sama,
yaitu eksekutif menyamakan hak keuangan hakim sama dengan ASN dan tidak adannya
kemandirian angggaran pada tubuh Mahkamah Agung.
Refraksi
pandangan yang menyamakan hak keuangan hakim dengan ASN telah tampak dari uji
materiil kedua, sedangkan pandangan
bahwa hak keuangan hakim terggantung pada kewenangan pemerintah pusat masih
tampak pada uji materiil pertama dan kedua. Adapun pandangan kemandirian
anggaran di tubuh Mahkamah Agung sepenuhnya masih belum tampak.
Pergeseran
pandangan ke arah kemandiran anggaran di tubuh Mahkamah Agung telah mulai tampak
sedikit sejak adanya uji materiil kedua, yang pertimbangan hukumny adalah:
Hakim adalah Pejabat Negara yang berbeda dengan
ASN, baik itu PNS maupun Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (P3k).
sesuai dengan fungsinya, Hakim adalah pelaku fungsi ajudikasi yang sangat
berbeda dengan PNS sebagai pelaksanaan fungsi pelayanan publik. Fungsi ajudikasi
membuuthkan pengetahuan yang mendalam disertai dengan ketrampilan khusus. Bahkan
Hakim harus selalu meingkatkan pengetahuannya guna mengantisipasi perkembangan
hukum dan kemasyarakatan sebagai dasar putusannya.
Bahwa materi muatan Objek Permohonan I
menyamakan gaji pokok Hakim dengan gaji pokok PNS. Dengan peraturan pemerintah
seperti itu berarti menyamakan beban kerja, tanggung jawab, dan risiko
pekerjaan Hakim dengan beban kerja, tanggung jawab, dan risiko pekerjaan PNS.
Padahal hakim adalah “Pejabat Negara yang melakukan kekuasaan kehakiman yang diatur
dalam undang-undang”, sedangkan PNS “melaksanakan kebijakan yang ditetapkan
oleh pimpinan Instansi Pemerintah”, sehingga beban kerja, tanggung jawab, dan
risiko pekerjaan Hakim berbeda dengan beban kerja, tanggung jawab, dan risiko
pekerjaan PNS. Oleh karena itu, jabatan Hakim yang berbeda dengan PNS harus
diberlakukan secara berbeda pula. Hal ini sejalan dengan prinsip perlakuan sama
dalam konidisi yang sama (treat like cases alike), perlakuan yang beda
dalam kondisi yang berbeda (treat different cases differently).
Pandangan
hakim terhadap perlunya kemandirian anggaran di tubuh Mahkamah Agung sudah
mulai tampak, terutama dalam pertimbangan Hakim Agung dalam uji materiil kedua yang
sudah tidak menggantungkan sepenuhnya kepada kewenangan eksekutif, tetapi sudah
mulai menyematkan syarat “penentuan kondisi kemampuan keuangan negara merupakan
kewenangan eksekutif tanpa boleh dicampuri oleh lembaga yudisial selama
tidak bertentangan dengan rasionalitas.”
(tulisan
tentang “selama tidak bertentangan dengan rasionalitas” dapat dilihat pada tulisan:
Penggajian
Antara Hakim Pajak dengan Hakim Peradilan lainnya – Bagian Pertama)
Selanjutnya
pokok tulisan tentang gaji hakim pajak dan hakim badan peradilan lainnya,
dibahas di tulisan berikutnya pada bagian ketiga.